Teganya ayam jago saat bertarung.
Sepengetahuan saya, ayam bukanlah hewan territorial yang menguasai wilayah dalam radius tertentu sekali pun mempunyai daya jelajah yang tidak terlalu luas. Ayam kampung daya jelajahnya tidak lebih dari seratus meter di mana persediaan makanan cukup memenuhi.
Dalam radius ini bisa ada 2 hingga 3 komunitas dengan 1 pejantan dan 4-5 betina termasuk  anak ayam yang masih kecil.
Selama persediaan makanan ayam jago tidak akan bertarung berebut makanan. Namun demikian dalam satu titik tertentu komunitas mereka tidak akan makan bersama. Bila ada komunitas atau ayam jago lain  mendekat maka salah satu akan diusir. Jarang terjadi pertarungan hanya karena berebut makanan.
Pertarungan ayam jago lebih sering terjadi karena berebut betina. Tak peduli yang datang dulu ayam betina ketika ayam jago yang satu menemukan makanan lalu memanggil betina. Betina yang lapar ini datang dan ikut makan tak peduli ia telah mempunyai pejantan lain.
https://www.kompasiana.com/aremangadas/637f7cfc08a8b5339d7696d2/ayam-jantan-memang-jago
Baca juga:Pejantan lain inilah yang cemburu lalu melawan pejantan yang memberi makan karena dianggap perebut betinanya. Pejantan yang memberi makan tentu saja tidak terima dan mau saja melayani ajakan bertarung.
Jika pertarungan ini terjadi secara liar dalam arti tidak diadu secara sengaja maka akan berlangsung seru hingga salah satu lari. Bahkan mati. Kok bisa mati?
Ayam jago yang jantan tidak akan menyerah begitu saja. Pertarungan bebas bisa berlangsung 25-35 menit dalam radius sekitar 15 m persegi. Sangat luas.
Sebelum bertarung mereka akan menegakkan bulu di sekitar leher untuk menunjukkan kegarangan mereka. Serangan pertama adalah mematuk jengger atau mahkota ayam jago yang lain. Begitu jengger terpatuk maka ayam jago yang mematuk sedikit terbang sehingga kepala jago yang terpatuk sedikit terangkat. Saat inilah ayam jago yang mematuk menghantam kepala  jago lawannya dengan jalu atau cakarnya bila tidak punya jalu atau taji.
Jengger atau mahkota yang terpatuk dan robek akan mengeluarkan darah dan menutupi matanya. Pandangannya pun menjadi kabur. Untuk membersihkan darah di matanya ayam jago ini akan merangsek ke ketiak lawan. Begitu bersih segera kepalanya sedikit keluar sambil berusaha mematuk leher lawannya.
Jika berhasil dengan tepat, maka nadi lawan bisa putus  mengucurkan darah. Ditambah satu hantaman (Jawa: tablukan) leher lawan bisa patah.
Jika patukan tidak berhasil malah terjadi sebaliknya, lawan bisa mematuk mata yang telah bercucuran darah tadi. Inilah yang menyebabkan pertarungan berjalan lama, sengit, dan sadis.
Alasan inilah pihak keamanan melarang adu jago. Bukan sekedar judi tapi sangat kejam. Apalagi ada yang menambah jalu atau taji buatan dari pisau kecil. Sadis.
Dalam pertarungan alami dan liar sangat sulit dipisahkan jika keduanya sama-sama kuat dan bandel. Disiram dengan air atau diusir dengan sapu hanya lari sebentar mencari tempat lain untuk melanjutkan pertarungan. Dan semakin sulit dipisahkan jika bertarung di antara semak perdu yang rimbun dan berduri.
Jika kita berusaha masuk untuk melerai ada kemungkinan tersengat ulat bulu atau gigitan ular hijau dan ular kayu. Berbahaya juga.
Menangkap salah satu, bisa jadi yang ditangkap akan marah lalu mematuk dan mencakar. Sungguh sakit sekali. Â Sedang ayam yang tidak ditangkap merasa dirinya kuat akan mengejar ayam yang ditangkap. Bila perlu menabluk dan mematuk yang menangkap dan melerai.
Haruskah ada yang mati?
Pengalaman memelihara dan mengamati kehidupan ayam demikian adanya. Tetapi kejadian hingga satu ayam mati baru saya lihat siang tadi sekitar jam 11 siang. Sungguh sangat menyesal tidak bisa memisahkan melihat keuletan mereka bertarung di kebun jati dan bamboo dan berlanjut di semak belukar.
Sebenarnya, ketika saya usir dengan ujung dedaunan bambu mereka sudah terpisah. Namun begitu saya pergi, jago yang merasa kuat menyerang lagi.
Sialnya yang ditantang ternyata sudah siap dan satu kali patukan mengenai mata. Terjatuhlah si penantang dan keok..keok... Begitu saya mendekat lagi, leher yang menantang  sudah dicengkeram hingga patah. Sadis sekali.
Mengapa mereka bertarung padahal biasanya hidup rukun sekali pun bukan satu kandang dan pemilik?
Pertarungan ini terjadi saat saya memberi makan ayam piaraan kami. Datanglah dua ayam jago milik tetangga yang jaraknya sekitar 75 m dari rumah. Begitu dekat dengan rumah dua ayam ini sama-sama berkokok. Si Hijau suaranya nyaring tapi pendek. Si Merah suara panjang tapi serak. Sama-sama merasa paling jago.Â
Sama-sama kuat. Tapi satu kalah menyesakkan seperti Perancis vs Argentina.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H