Gedung di foto atas merupakan gedung sekolah yang dibangun pada masa kolonial sekitar awal abad 19 dengan nama Neutrale School.
Kini menjadi sebuah sekolah di mana saya bertugas sekitar dua puluh tahun.
Sebagai gedung kuno sekalipun dibangun oleh Belanda dengan memperhatikan kualitas dari segala aspek tentu mengalami perubahan yang bisa menurunkan kekokohan bangunan. Perubahan selain karena usia gedung juga disebabkan oleh cuaca dan peristiwa alam, seperti badai dan gempa bumi.
Pada 2010, pada beberapa titik tembok tampak lembab dan basah. Demikian juga plafon menandakan adanya kebocoran dari atap.
Saya pun melakukan pemeriksaan detail mulai dari tembok yang lembab dan basah secara manual dengan sedikit membongkar tembok tersebut. Hasilnya menunjukkan kelembaban bukan karena naiknya air dari bagian bawah atau pondasi yang mungkin telah lapuk.
Bersama dua orang karyawan, kami melakukan pemeriksaan bagian atap tetapi lewat plafon untuk melihat titik-titik mana saja yang bocor.
Sungguh mengejutkan, susunan genteng yang tampak rapi bila dilihat dari luar ternyata mulai renggang. Ini terlihat dari sinar matahari yang masuk dari sela-sela genteng.
Langkah selanjutnya, kami melihat bagian atap secara keseluruhan. Mulai dari genteng, wuwungan, talang, dan juga kuda-kuda.
Hasil pemeriksaan lebih mengejutkan lagi. Kondisi genteng 80% sudah lapuk yang menyebabkan air hujan tidak semuanya mengalir ke talang tetapi terserap genteng lalu merembes ke reng dan usuk lalu menetes ke plafon.
Demikian juga, banyak bagian talang yang lapuk termakan jaman sehingga sebagian air hujan tidak turun lewat talang tetapi merembes ke dalam peluran atau lapisan tembok. Inilah yang menyebabkan tembok menjadi lapuk.
Sebagai bagian sarana prasarana langsung lapor kepada kepala sekolah untuk dilanjutkan kepada yayasan. Mengingat besarnya renovasi di atas 600 juta maka perbaikan ditunda.
Pada 2014 kebocoran semakin agak parah sekali pun tidak mengganggu kegiatan belajar mengajar.
Pertimbangan kerusakan semakin parah dan kemungkinan bisa membahayakan warga sekolah kami mengajukan renovasi lagi. Berdasarkan perhitungan detail beaya membengkak menjadi 975 juta.
Kali ini disetujui dan diminta untuk memeriksa secara teliti. Hasilnya semakin mengejutkan, sekali pun saya bukan arsitek atau konstruktor ternyata dengan mata telanjang bisa melihat keadaan gedung dengan cukup detail.Â
Konstruksi kuda-kuda ternyata sedikit bergeser sehingga susunan genteng tidak simetris lagi yang juga menyebabkan bocor dan rembesan di titik-titik tertentu.
Sedangkan pada 2015 diputuskan renovasi total atap dan plafon serta pengecatan gedung dengan beaya sekitar 1,425 M.
Merawat rumah apalagi gedung besar memang sangat diperlukan. Terutama menjelang musim untuk mengantisipasi kebocoran atap.
Untuk melihat titik-titik bocor bukan dari tetesan air yang jatuh ke lantai. Sebab tetesan air bisa jadi dari rembesan di sudut lain selanjutnya mengalir mengikuti usuk dan reng. Di titik tertentu aliran air tertahan dan menetes di tempat tersebut.
Jadi untuk melihat titik-titik bocor harus melihat dari dalam plafon.
Bila sudah ditemukan segera perbaiki. Jangan ditunda sebab beaya bisa membengkak luar biasa.
Bersambung...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H