Tunggul Ametung sebagai penguasa Tumapel kedudukannya hanyalah di bawah Kertajaya penguasa Kediri. Setiap tahun Tunggul Ametung harus menyerahkan upeti yang jumlahnya sangat memberatkan.Â
Di sisi lain, pajak-pajak yang diterima dari penduduk sekitar Tumapel yang ada di sebelah timur Gunung Kawi banyak dirampas oleh Ken Angrok.
Penyerahan upeti kepada Kertajaya yang terus berkurang tentu saja sangat membahayakan kedudukannya sebagai akuwu (setingkat kabupaten) yang sewaktu-waktu akan diganti oleh Kertajaya.
Tekanan yang begitu berat sebenarnya terjadi karena gaya hidup Tunggul Ametung yang suka berfoya-foya sehingga banyak pemberontakan termasuk perampokan yang dilakukan oleh Ken Angrok.Â
Tekanan semakin menjadi karena perselisihan dengan kalangan brahmana semakin menjadi. Salah satunya oleh Mpu Purwa di Panawijen (sekarang Polowijen, Malang).
Untuk mengurangi perselisihan, Tunggul Ametung bermaksud mendekati dan berdialog dengan Mpu Purwa.Â
Apa daya, saat ke Panawijen tidak bertemu dengan Mpu Purwa selain putrinya yang sangat cantik, Ken Dedes.Â
Di sinilah keberingasan Tunggul Ametung justru muncul, dialog yang seharusnya dilakukan justru berbalik menculik Ken Dedes untuk menaklukkan Mpu Purwa.
Kebatilan Tunggul Ametung justru membuat amarah Mpu Purwa yang tidak mau menyerah dengan mengutuk Tunggul Ametung.
Kejahatan yang dirasakan Mpu Purwa menjadi buah bibir rakyat Tumapel yang ingin bebas dari Tunggul Ametung.
Ken Angrok seorang pemuda tanggung yang sering membuat ulah dan mendengar peristiwa ini semakin berniat menjatuhkan Tunggul Ametung. Apalagi, selama ini juga tertarik akan kecantikan Ken Dedes.
Dengan segala upaya, Ken Angrok akhirnya berhasil menjadi abdi Tunggul Ametung di Tumapel.Â
Tunggul Ametung yang merasa pongah bisa menjinakkan Ken Angrok dan bangga telah mengawini Ken Dedes terlena akan situasi yang diciptakan sendiri.
Ken Dedes yang merasa dirudapaksa Tunggul Ametung ternyata bermain mata dengan Ken Angrok untuk membunuh Tunggul Ametung, suaminya sendiri.Â
Malam kelam di lereng Gunung Arjuna pun terjadilah peristiwa yang membuat sejarah di wilayah timur Gunung Kawi dengan tewasnya Tunggul Ametung di tangan Ken Angrok dengan keris buatan Mpu Gandring.
Sebagai begundal yang tahu bagaimana membuat strategi licik untuk menyembunyikan identitas dirinya sebagai pembunuh, beberapa saat sebelumnya Ken Angrok meminjamkan kerisnya pada Kebo ijo yang sok.Â
Siapa pun langsung menuding Kebo Ijo sebagai pembunuh Tunggul Ametung. Tragis hanya dalam waktu singkat keris buatan Mpu Gandring telah merenggut tiga nyawa. Mpu Gandring sendiri selaku pembuat, Tunggul Ametung penguasa Tumapel, dan Kebo Ijo pemuda sok yang diperdaya oleh Ken Angrok.
Kematian Tunggul Ametung, membuat Ken Angrok menjadi penguasa Tumapel. Tetapi, Tumapel masih di bawah kekuasaan Kertajaya, raja Kediri.
Perselisihan kaum brahmana dengan Kertajaya yang semakin runcing dimanfaatkan Ken Angrok untuk mendapat dukungan melawan Kediri agar rakyat Tumapel bebas dari pembayaran upeti yang sangat menyengsarakan.
Pada tahun 1222, Ken Angrok berhasil membunuh Kertajaya dalam Perang Ganter.Â
Gugurnya Kertajaya berarti bebasnya Tumapel dari Kediri. Ken Angrok pun mengangkat dirinya menjadi datu atau raja dengan gelar Sri Rangga Rajasa Batara Sang Amurwabhumi. Ia pun mengubah nama Tumapel menjadi Singhasari untuk menghilangkan jejak peninggalan Kediri.
Delapan ratus tahun telah berlalu, Singhasari tetap ada dan menjadi bagian utara dari Kabupaten Malang.
Demikian juga desa-desa yang dulu pernah disebut dalam Kitab Pararaton. Misalnya Panawijen sekitar 5 km selatan Singosari. Desa Ngijo sekitar 2 km dari Singosari. Desa ini masih ditelusuri apakah merupakan tempat kelahiran dan tinggal Kebo Ijo. Juga Desa Kabalon dan Kuto Bedah yang masih meninggalkan situs-situs peninggalan Singosari.
Catatan:Â
Mengenang 800 tahun berdirinya Singosari telah dipersiapkan dalam bincang budaya dan sejarah dengan Narasumber  Dwi Cahyono, sejarahwan dan dosen Universitas Negeri Malang dan Ki Soleh Adi Pramono, seniman dan budayawan dari Padepokan Seni Mangun Dharmo, Tumpang Malang.
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H