Seorang ibu wajahnya tampak sedikit memerah dan menahan geram ketika diberitahu wali kelas anaknya bahwa secara umum nilai raport semester turun. Dan berdasarkan catatan si anak tiga hari tidak hadir tanpa pemberitahuan. Â
Usut punya usut ternyata putrinya bolos sekolah untuk jalan-jalan dengan pacarnya.
***
Kisah di atas bukanlah cerita fiktif belaka. Banyak terjadi pada tingkat pendidikan SMP dan SMA. Bukan pula pada masa lalu tetapi juga masa kini.Â
Banyak kegiatan sekolah yang tersusun secara rapi dan terstruktur dengan melibatkan semua komponen pendidikan toh ada celah sedikit yang bisa disalahgunakan siswa yang sedang dalam persimpangan jalan menuju kedewasaan.
Daftar hadir di setiap kegiatan yang dilakukan di semua mata pelajaran terutama di luar kelas tidak serta merta menjadi penghalang anak untuk meninggalkan tugas kelompok. Lebih miris lagi meninggalkan sekolah.Â
Jika ini terjadi tentu saja orangtua bisa menyalahkan pihak sekolah yang dianggap lalai. Kecuali si pelaku yakni siswa memang tidak hadir sejak jam pertama.
Kejadian seperti ini bukan hanya di kota tetapi juga di desa yang banyak celah untuk disalahgunakan.Â
Sekolah tanpa pagar dan daftar hadir yang kurang rapi dijalankan.
Jangan kaget di tepi hutan atau di jalanan sepi antar desa menemui sekelompok anak putra putri berseragam sekolah duduk-duduk berpacaran. Adakah yang berani menegur atau mengingatkan sekalipun kita bukan guru dan orangtuanya?
Di perkotaan, sering dijumpai di wilayah taman-taman kota beberapa anak nongkrong saat jam sekolah. Biasanya terlihat pada jam 8 pagi hingga 12 siang.Â
Di Malang terlihat di sekitar Hutan Kota Velodrom, Alun-alun, dan Taman Kunang-kunang. Di Surabaya tepi Kali Mas sekitar daerah Ketabang Kali, Kayoon, tempat wisata Kenjeran, dan Taman Apsari, Joko Dolog.Â
Pada tahun 70an yang tersohor di Siola, Toko Nam, dan Wijaya Kusuma yang kini semuanya telah menjadi kenangan.Â
Di Banyuwangi sekitar daerah Pantai Grajagan dan Pulau Merah. Di Probolinggo sekitar pantai menuju Pulau Gili.
Sungguh menyedihkan.Â
Di sinilah perlu kerjasama terpadu antara orangtua dengan pihak sekolah. Pihak sekolah bila perlu membuat laporan pendidikan setiap bulan.Â
Tentu ini berat untuk awaknya tetapi langkah terbaik untuk mengetahui perkembangan anak. Mulai nilai mata pelajaran hingga kehadiran siswa dalam pelajaran dan kegiatan intra dan ekstra kurikuler.Â
Rapor bulanan di beberapa sekolah di Malang sudah dijalankan sejak pertengahan tahun 80an.
Di sisi lain, orangtua jangan hanya menyerahkan pendidikan anak sepenuhnya pada sekolah. Istilahnya pasrah bongkokan. Â
Perlu juga pihak Dinas Pendidikan Kota bekerjasama dengan pemerintah kota untuk melibatkan Satpol PP untuk menertibkan anak berseragam sekolah pada jam pelajaran yang ada di taman kota.Â
Jika kerjasama ini bisa dijalankan tentu bisa mengurangi resiko pergaulan bebas. Bahkan bisa mengurangi perkawinan usia dini. Termasuk juga married by accident - MBA. Sekolah belum selesai sudah bergelar MBA.
***
Ah, untung bukan anak saya!
Ah, yang bener saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H