Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Dewi Gumi, Pasukan Perempuan Berani Mati dalam Perang Diponegoro

28 September 2022   07:15 Diperbarui: 28 September 2022   13:04 1456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dewi Gumi bukanlah nama seorang tokoh tetapi lebih berarti pasukan perempuan berpakaian pria yang ikut berperang melawan Belanda dalam Perang Jawa yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro pada 1825-1830.

Dewi merajuk dari bahasa Jawa yang artinya perempuan terhormat.

Gumi merupakan singkatan dari Gunung Mijil yang merupakan sebuah bukit kapur kecil setinggi sekitar 98 mdpl di Desa Guwasari, Bantul - Yogyakarta.

Dewi Gumi berarti para perempuan terhormat dari Gunung Mijil karena ikut berperang bersama Pangeran Diponegoro dan Pangeran Mangkubumi melawan Belanda.

Para perempuan pejuang ini dalam melakukan aksinya mengenakan pakaian pria dengan bersenjatakan bambu runcing dan bandil. Bandil semacam ketapel tetapi tidak bergagang. Cara penggunaannya dengan memutar-mutar tali lalu dihentakkan sehingga batu yang ditaruh di ujung tali atau karet terlempar ke arah sasaran yang dituju.

Kisah ini seperti yang tertulis pada Babad Diponegoro dan De Java Orloog.

Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.

Selain ikut berperang, kaum perempuan ini bertugas juga memasak untuk memasok makanan bagi para pasukan yang berperang. Untuk bahan makanan dipasok dari sawah dan ladang warga Desa Banjaran. 

Makanan yang telah tersedia ini diangkut kaum pria dengan wadah semacam peti kayu yang disebut: jodhang. 

Replika jodhang ini sekarang ditempatkan di puncak Gunung Mijil. 

Para pria yang membawa makanan dalam jodhang ini adalah Pasukan Bregoda.

Jodhang dan kentong titir di Puncak Gunung Mijil. | Dokumen pribadi
Jodhang dan kentong titir di Puncak Gunung Mijil. | Dokumen pribadi
Puncak Gunung Mijil tempat pasukan telik sandi mengintai Belanda. | Dokumen pribadi.
Puncak Gunung Mijil tempat pasukan telik sandi mengintai Belanda. | Dokumen pribadi.

Bagian timur arah masuknya tentara Belanda. | Dokumen pribadi
Bagian timur arah masuknya tentara Belanda. | Dokumen pribadi

Jalan bagian tenggara. | Dokumen pribadi
Jalan bagian tenggara. | Dokumen pribadi

Warga Desa Banjaran bukan hanya menyediakan bahan makanan tetapi juga ikut berperang. Untuk persiapan perang mereka berlatih dengan cara berbanjar. Dari kata latihan berbanjar atau berbaris inilah, kemudian hari tempat ini disebut Desa Banjaran. 

Ada juga pasukan perempuan yang bertugas sebagai telik sandi atau pengintai kedatangan pasukan Belanda. Pasukan telik sandi atau mata-mata ini selalu berada di puncak bukit Gunung Mijil dan akan membunyikan kentong titir jika melihat tanda-tanda kedatangan pasukan Belanda.

Replika kentong titir ini sekarang juga ditempatkan bersama dengan jodhang di puncak Gunung Mijil.

Bagian barat daya menuju Goa Selarong.  | Dokumen pribadi.
Bagian barat daya menuju Goa Selarong.  | Dokumen pribadi.

Bagian barat tempat Desa Banjaran. Juga tempat yang indah untuk melihat matahari terbenam. | Dokumen pribadi.
Bagian barat tempat Desa Banjaran. Juga tempat yang indah untuk melihat matahari terbenam. | Dokumen pribadi.

Setapak menuju puncak Gunung Mijil dengan hiasan gerabah dari Desa Kasongan. | Dokumen pribadi.
Setapak menuju puncak Gunung Mijil dengan hiasan gerabah dari Desa Kasongan. | Dokumen pribadi.

Dewi Gumi. | Dokumen pribadi 
Dewi Gumi. | Dokumen pribadi 

Dewi Gumi berada hanya sekitar 1 km arah timur dari Goa Selarong tempat Pangeran Diponegoro menyusun strategi. Sejak 2019, bukit Gunung Mijil telah dibenahi menjadi sebuah situs bersejarah untuk mengenang dan menghormati perjuangan pasukan perempuan berani mati dalam perang Jawa pimpinan Pangeran Diponegoro. 

Seperti diketahui perjuangan dan perlawanan selama 5 tahun Pangeran Diponegoro dalam mengusir Belanda telah menguras perekonomian Belanda yang menyebabkan kebangkrutan.

Peperangan yang tidak seimbang namun dimenangkan oleh pasukan Pangeran Diponegoro sekalipun membawa 800 pahlawan gugur. Sehingga akhirnya Belanda melakukan taktik licik menangkap P. Diponegoro dengan alasan akan mengadakan perjanjian.

Sejarah Desa Banjaran. | Dokumen pribadi.
Sejarah Desa Banjaran. | Dokumen pribadi.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun