Gelombang protes dan demo menentang kenaikan harga BBM sedikit banyak mulai mereda. Kecuali suara-suara yang terus didengungkan lewat media sosial.
Tampaknya para pendemo dan masyarakat sudah mulai apatis dan tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain pasrah.Â
Sekali pun untuk mendapatkan BBM setangki sepeda motor tak lebih dari 5 liter harus antri di SPBU hingga 30 menit lebih. Jelas pemborosan waktu dan tenaga. Tapi mau apa lagi. Mereka hanya berharap pemerintah mengambil keputusan dan kebijakan yang berpihak pada mereka.
Sebut saja Mas Tomo, pembuat dan penjual kue yang harus rela antri BBM pada malam hari untuk menghindari antrian yang panjang. Ini dilakukan karena pagi hingga siang hari harus berkeliling mengantar kue buatan istrinya ke toko-toko sekitar Pasar Bantul dan Taman Paseban. Setiap hari sepeda motornya memerlukan sekitar 2 liter pertalite.
Kenaikan harga gas dan BBM yang terjadi selama ini jelas mengurangi pendapatannya yang tidak seberapa. Menaikkan harga kue jelas sesuatu yang mustahil. Kue hanyalah cemilan dan bukan makanan pokok. Menaikkan harga akan ditinggalkan konsumen yang lebih mengutamakan makanan pokok yang juga terdampak kenaikan harga BBM.
Mau tak mau harga kuenya tetap antara seribu dan dua ribu rupiah. Itu pun tidak selalu habis. Sehingga harus membanting harga jika waktu mendekati siang hari.
Kue seharga seribu rupiah diobral dua ribu mendapat tiga kue. Kue seharga seribu lima ratus rupiah banting harga dua ribu lima ratus mendapat dua kue. Kue seharga dua ribu menjadi lima ribu mendapat tiga kue.