Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Keunikan Saat Meliput Demonstrasi

14 September 2022   10:00 Diperbarui: 14 September 2022   10:00 467
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banyak yang memperhatikan. | Dokumen pribadi 

Meliput peristiwa budaya sudah hal biasa dan hampir semuanya kutulis di Kompasiana. Meliput kunjungan pejabat setingkat walikota dan gubernur beberapa kali kulakukan dan seingat saya hanya sekali kukirim di Kompasiana. Selain itu pernah kirim ke media online di mana saya pernah menjadi content creator.

Meliput demo setidaknya sepuluh kali saja. Entah itu mahasiswa atau beberapa komunitas yang menyuarakan penegakan hukum dan keadilan.

Terakhir meliput demo kemarin pagi Senin, 12 September 2022 di halaman depan DPRD DIY. Demo dilakukan para pengemudi ojek online yang menuntut kenaikan upah dari aplikator dan penurunan harga BBM.

Hampir semua liputan demo saya lakukan secara tidak sengaja. Entah saat tugas luar atau sedang jalan-jalan. Termasuk liputan demo kali ini sebenarnya saya sedang gowes dan mau membeli jersey gowes sekitar Malioboro.

Begitu tahu adanya kerumunan ratusan pengemudi ojek online, langsung menduga adanya demo.

Sepeda pun segera saya parkir di tempat yang tersedia dan kebetulan di sekitar itu banyak aparat berseragam maupun berpakaian preman. Saya merasa diperhatikan dan diawasi. Hal yang lumrah seperti ketika meliput demo di tempat lain.

Memasuki halaman depan DPRD DIY dengan memakai jersey gowes tentu menjadi perhatian khusus aparat keamanan. Pengalaman menjadi fotografer dan berkumpul bersama pejabat membuat saya tetap percaya diri. Selanjutnya jeprat-jepret sana-sini cari sudut dan momen yang pas. 

Seperti mata elang yang melihat luas yang ada di depannya tetapi fokus pada satu titik: melihat demonstran dan apa yang disuarakan. 

Sekitar dua puluh menit kemudian, seorang koordinator demo mendatangi saya dan menanyakan tujuan saya moto. Saya jawab enteng: meliput!

Kurang puas dengan jawaban saya, dia menanyakan media yang mengutus. Jawaban saya mulai tegas: aparat saja tidak menanyakan kok kamu bertanya?

Kaget dengan jawaban saya, dia langsung berkata: Begini Pak, kami kuatir ada penyusup.

Jawaban saya kembali tegas: Kalau saya penyusup tentu tidak memakai pakaian mencolok seperti ini. Mudah ketahuan. Kamu bertanya ini kan disuruh aparat itu toh? Nih kartu identitas saya.

Jawaban saya ternyata membuat dia kaget demikian juga temannya. Lalu mereka mengatup kedua tangannya bergaya namaste dan merunduk-runduk minta maaf dan ngeloyor kembali ke para demonstran.

Aparat tanpa seragam selalu waspada. | Dokumen pribadi 
Aparat tanpa seragam selalu waspada. | Dokumen pribadi 

Mata elang tetap bekerja. Sekali pun saya memencet tombol hape tetap melirik sana-sini bahwa sedang diperhatikan aparat keamanan.

Kesempatan membuat mereka penasaran, saya mendekati beberapa demonstran yang memegang bendera komunitas untuk akting lalu saya foto. Kemudian masuk dan duduk di berem taman di antara aparat berpakaian preman yang terus mengawasi. 

Sedikit tanpa mempedulikan mereka, saya melanjutkan menulis.

Ketika orasi di halaman depan DPRD DIY selesai dan para demonstran berarak menuju salah satu kantor ojek online, saya duduk di bangku yang ada di trotoar Malioboro untuk melanjutkan menulis.

Di sinilah mulai tampak kurangnya profesionalisnya aparat tidak berseragam. Mungkin juga hanya informan. 

Ketika sedang asyik menulis tetiba seorang di antara mereka, duduk di sebelah saya. Padahal di kursi tersebut tertulis: Mboten Pareng Lenggah Mriki. Tidak boleh duduk di sini. 

Dua orang lagi berdiri berbincang hanya sejengkal di belakang saya. 

Di kursi depan dua orang lagi duduk berbincang seakan wisatawan.

Mata elang saya tentu tidak bisa ditipu karena saat ada orasi mereka berada di sekitar demonstran bersama aparat lainnya. Bahkan saya memotonya.

Melihat cara mereka, membuat saya malah ingin menggoda. Kaki saya selonjorkan dan sedikit merebahkan badan sambil terus menulis mencari kalimat yang pas.

Begitu selesai menulis, edit foto, dan posting ke Kompasiana saya langsung berseru: beres!!

Lalu berdiri ambil botol minum di sepeda dan langsung meneguknya.

Mata elang tetap bekerja. 

Dua orang yang ada hanya semeter di depan saya atau hanya setengah meter dari sepeda saya tampak merasa penasaran.

Sepeda saya ambil dan langsung ngebut pulang.

Selesai? Belum

Beberapa kilometer ketika istirahat di sebuah angkringan untuk meredakan haus, ada sebuah mobil SUV berhenti di sebelah angkringan. Mustahil orang dengan SUV mau makan di angkringan pinggir jalan. Saya tatap tajam penumpang yang ada di dalam dan siapa lagi mereka kalau bukan ...

Barikade untuk antisipasi jika ada yang tak diinginkan. | Dokumen pribadi 
Barikade untuk antisipasi jika ada yang tak diinginkan. | Dokumen pribadi 

Kejadian seperti ini bukan satu dua kali. Bahkan pernah sedikit diinterogasi dan dimintai no hape saat meliput demo pemuda Papua di Malang beberapa tahun silam. 

Ketika meminta alamat saya dan apakah kenal dengan aparat ini dan itu. Saya jawab kenal dan sebut pula kenakalannya. 

Saya pun mengatakan seharusnya tak perlu menanyakan alamat sebab lewat no hape secara telematika keberadaan saya bisa diketahui.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun