Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Bertemu Lelembut yang Lembut

13 September 2022   17:07 Diperbarui: 13 September 2022   17:48 1378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setapak menuruni lembah. | Dokumen pribadi

Kala gowes menyusuri tepian sungai di timur Malang lalu menjumpai kaum perempuan sedang mencuci pakai dan mandi adalah hal yang biasa. Sebab Malang timur merupakan kaki dan lereng Gunung Semeru dan wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang banyak mata air dan sungai yang jernih.
Kala menyusuri pinggiran hutan sering juga menjumpai perempuan desa sedang mencari kayu bakar.
Dua hal di atas adalah lumrah.

Hal yang agak tidak lumrah bila bertemu dengan wanita muda berpakaian modis berjalan sendirian di luar jalan setapak atau jalur pendakian dan sedikit masuk ke dalam hutan. Apalagi berjalan ke arah tengah hutan bahkan menuruni lembah.
Benarkah dia atau mereka adalah manusia atau jangan-jangan lelembut.
Saya menyebutnya sosok tersebut sebagai lelembut. Lelembut atau dalam bahasa Indonesia berarti makhluk halus. Bisa berarti bidadari atau peri. Saya tidak berani mengatakan mereka adalah hantu atau setan dan sejenisnya sebab tidak menghantui atau menakutkan.

Setapak menuruni lembah. | Dokumen pribadi
Setapak menuruni lembah. | Dokumen pribadi

Ketika berjumpa, ada yang menyapa hanya dengan sesungging  senyuman lalu pergi menghilang di antara temaramnya hutan. Ada yang menunduk saja. Mungkin mereka memang sesosok manusia yang entah sedang apa lalu takut bertemu saya dan segera pergi. Barangkali saya dianggap seseorang yang dikuatirkan atau bahkan menganggap saya sebagai hantu.

Beberapa hari yang lalu, saya bersepeda menjelajah  hutan jati sekitar Bibis, Guwosari, dan Pajangan daerah Bantul barat yang merupakan perbukitan kapur.
Sedang asyik melihat keadaan alam yang tak jauh berbeda dengan wilayah selatan Malang yang merupakan pegunungan kapur, tetiba suara lembut menyapa.
"Benar Pak ini jalan menuju sungai?"
Saat menoleh ke arah suara tersebut yang hanya berjarak tiga dua depa tampaklah seorang perempuan muda memakai hotpants dengan t-shirt ketat, sneaker kekinian, serta topi yang menutupi sebagian rambut pirangnya.
Sedikit gelagapan langsung kujawab, "Entahlah, masih saya lihat di google map. Sepertinya salah arah..."
"Saya juga melihat google map," katanya sambil menunjukkan hapenya.
Sambil melihat layar hapenya yang tak jelas, dalam hati bertanya siapakah perempuan modis di tengah hutan jati ini.
Setelah itu, ia turun ke lembah dan saya justru kembali ke atas untuk mengamankan sepeda.
Dari atas tebing saya mengamati sekitar untuk mengetahui barangkali ada temannya. Ternyata tidak ada. Ketika kembali melihat ke arahnya ternyata sudah menghilang di balik perdu yang lebat.
Di pinggir tebing bagian tengah tampak dia sudah berada di tepi sungai yang kering. Sejenak dia menoleh ke arah saya lalu menuju ke arah yang lebih curam. Dengan memperlambat langkah sambil jeprat-jepret pemandangan terus mengamati perempuan tersebut. Melihat langkahnya yang demikian cepat sepertinya dia sosok lelembut. Tapi dari kejauhan tidak tampak kakinya menginjak tanah atau tidak.

Begitu dia berdiri di pinggir sungai yang curam, saya langsung mempercepat langkah kuatir dia melakukan perbuatan memperpendek umur. Bisa-bisa saya berurusan dengan pihak berwajib.
Kurang lebih 50m dekat dengannya dia kembali naik tebing. Syukurlah..

Tanpa berpapasan dengan ketika saya mendekati bibir tebing, dia naik ke atas. Dari pantulan jernihnya air yang tidak mengalir tergambar dia sedang memperhatikan saya.
Pikiran negatif kembali muncul kuatir dia terjun bebas. Segera saya naik kembali.
Lima menit mendaki tebing setinggi 50m dengan kemiringan 40 derajat dengan setapak yang melingkar membuat nafas ngos-ngosan.
Begitu dekat, dia duduk selonjor bermain hape di balik belukar. Ingin sekali melihat dengan jelas apakah dia menyentuh tanah atau tidak. Sayang sekali akibat ngos-ngosan mata menjadi berkunang-kunang.

Setelah menghela nafas gaya meditasi, saya kembali naik ke atas bukit pertama. Tingginya kurang lebih juga sekitar 50-60m, tetapi kemiringan sekitar 45 derajat°. Lebih curam dan setapak melingkar lebih jauh.

Cepat sekali naik ke atas tebing yang curam. | Dokumen pribadi 
Cepat sekali naik ke atas tebing yang curam. | Dokumen pribadi 

Masih penasaran siapakah dia, saya menunggu di dekat sebuah pohon jati. Begitu menoleh ternyata dia sudah sekitar 4 m di belakang saya. Tanpa terdengar langkah kaki dan gerakan tubuhnya menyentuh perdu belukar.
Ingin kembali melihat langkah kakinya menginjak tanah atau tidak tapi kuatir dianggap orang yang tak tahu diri. Namun spontan saya ambil hape untuk moto.
Begitu membuka aplikasi kamera, dia sudah mendekati puncak dan tertutup belukar.
Sambil mengangkat sepeda, segera saya naik ke puncak bukit sambil ingin tahu siapa dia.
Ternyata sudah menghilang....

Menghilang di sini. | Dokumen pribadi 
Menghilang di sini. | Dokumen pribadi 

Ketika akan mengayuh sepeda tetiba terdengar suara gedebug dengan keras. Suara benda jatuh di samping saya tapi tak ada bendanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun