Bahaya dan Tantangan Touring dengan Sepeda Motor Malam Hari

Mungkin pembaca pernah menonton YouTube tentang ugal-ugalannya bis-bis umum antar kota maupun antar kota antar provinsi. 

Bahkan pernah merasakan kengeriannya ketika menjadi penumpang salah satu bis dengan supir ugal-ugalan tersebut.

Bagi yang sering bepergian dengan kendaraan umum tentu pernah merasakan tersebut.

Bahkan ketika menggunakan kendaraan pribadi pun pernah merasakan disasak agar minggir. 

Baik oleh bis dari arah berlawanan maupun dari arah belakang yang menyalip dari sebelah kiri.

Pengalaman penulis dalam beberapa kali perjalanan ke Jawa Tengah baik dengan roda empat maupun roda dua merasakan hal ini lebih banyak terjadi di jalur tengah antara Nganjuk hingga perbatasan Solo - Sragen.

Sekalipun beberapa ruas jalan di sebelah kiri ada jalur khusus sepeda motor selebar 2 m.

 Dan yang paling bahaya di sepanjang tepi hutan jati dan pinggiran Caruban dan Ngawi yang gelap, sempit, dan bergelombang. 

Di sinilah penulis beberapa kali disasak dan dipepet saat menggunakan sepeda motor pada malam hari.

Di jalur selatan lewat Blitar - Wonogiri boleh dikatakan sepi dari bis ugal-ugalan.

Di Jawa Timur, lebih banyak terjadi antara Pasuruan - Situbondo lewat jalur utara. Sedang jalur selatan antara Jember - Banyuwangi, tetapi hanya siang hari. 

Bila malam hari cukup sepi dari bis ugal-ugalan, mungkin lebih banyak bis malam yang lewat Bondowoso.

Dipepet dan disasak bis ugal-ugalan pada siang hari bisa dikatakan lebih siap menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi. 

Bila terjadi pada malam hari kemungkinan terjadi kecelakaan lebih besar jika tidak siap menghadapi. Apalagi jika menggunakan sepeda motor.

Ada satu cara cukup baik agar terbebas dari gangguan bis ugal-ugalan semacam ini saat perjalanan jauh pada malam hari dengan menggunakan sepeda motor.

Pertama, mengikuti di belakang praoto atau truk bermuatan yang biasanya berjalan tak lebih dari 70 km perjam. 

Tetapi tetap harus menjaga jarak paling tidak 10 m dari belakang truk.

Jika mengikuti truk kosong tanpa muatan lebih banyak berjalan di atas 75 km perjam.

Keuntungan berjalan mengikuti truk adalah bebas terpaan angin.

Bahaya mengikuti truk, pertama kita akan menghirup asap CO2 secara terus menerus apalagi bermesin diesel. 

Tentu ini sangat berbahaya bagi kesehatan. Selain itu wajah akan kotor dan kusam karena asap sekali pun kaca helm pelindung tertutup rapat. 

Maka sebaiknya menggunakan helm full face.

Bahaya kedua, karena berjalan tidak terlalu cepat, bahkan sering hanya 35 km perjam, maka perjalanan menjadi lama, membosankan, dan melelahkan. 

Di sinilah yang paling berbahaya sebab bisa menciptakan microsleep. 

Walau hanya 0,5 - 1 detik, jika truk di depan menurunkan kecepatan maka bisa terjadi kemungkinan menghantam bagian belakang kendaraan tersebut.

Jika berjalan mengikuti truk sebaiknya tidak lebih dari tiga puluh menit. Dan, segera melepaskan diri ke jalur kiri atau menyalip jika arah depan tampak kosong dan aman.

 Hindari memaksakan diri dengan berharap kendaraan di depan mau mengerti dan minggir memberi jalan. Sebaiknya kita yang mengerti dan memberi jalan kendaraan lainnya.

Bahaya ketiga adalah ketika sedang asyik berada di antara dua truk, tetiba ada kendaraan lain berusaha menyalip tetapi kendaraan dari depan makin dekat.

Lalu kendaraan yang tidak berhasil menyalip kemudian memepet atau mengambil jalur kita dan memaksa kita lebih ke kiri. 

Jika yang gagal menyalip adalah bis tentu sangat berbahaya. 

Apalagi bahu jalan sangat sempit bahkan ketinggian lapisan aspal lama dan baru bisa selisih 5-9 cm. 

Bila keseimbangan berkurang karena lelah sungguh sangat berbahaya. Juga kemungkinan ada kendaraan dan lagi bis ugal-ugalan yang menyalip dari kiri.