Setiap kali lebaran, suasana desa berubah menjadi sedikit hiruk pikuk penuh keriuhan para pemudik. Sanak keluarga, handai taulan, dan kerabat saling beranjangsana bermaaf-maafan.
Ada juga dusun yang justru makin sepi karena warganya bepergian ke tempat lain demi merasakan suasana yang berbeda. Sekalipun yang dikunjungi tetap saja di daerah pinggir hutan atau lereng gunung.
Hari pertama lebaran kali ini, kami berdua pun beranjangsana ke kerabat yang ada di lereng Gunung Arjuno sekitar 25 km barat laut dari pusat kota Malang. Tidak terlalu jauh. Hanya saja sepanjang 3 km harus melewati belantara dan 4 km kebun teh.
Perjalanan yang cukup menantang karena 7 km jalan berupa tanah dan bebatuan sebesar kepalan tangan hingga bantal. Apalagi selama bulan April ini hujan masih terus menghujam deras hampir tiap hari. Jalan tentu menjadi lebih licin.
Mata harus selalu memandang ke roda depan persis agar tidak salah jalur. Melindas batu yang lepas dari tanah bisa jatuh tersungkur. Melewati batu sebesar bantal yang kokoh tapi licin bisa terpeleset.
Hal yang biasa jika bagian bawah mesin terantuk batu dan menimbulkan suara juedak... juedak.
Tangan pun harus kokoh memegang kemudi dengan kaki kiri sering tidak berada di pushstep untuk menjaga keseimbangan agar tidak terpeleset.
Jatuh terpeleset paling tidak ada bagian tubuh yang memar dan terkilir. Bahkan ada kemungkinan sendi dislokasi.
Setelah sekitar 45 menit melalui jalur maut ini tibalah di tujuan dengan suasana yang berbeda karena yang dikunjungi justru anjangsana ke rumah kerabat lainnya di sekitar Bromo. Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H