Setiap bulan Ramadhan usaha kuliner lewat pasar takjil untuk memenuhi kebutuhan makanan demikian menjamur hampir di semua tempat. Hampir setiap tempat terbuka yang cukup luas, seperti halaman balai RW, taman atau lapangan kampung dan desa, atau sekedar di pinggir jalan yang cukup lebar didirikan lapak-lapak penjual makanan dan minuman. Kini juga merambah kebutuhan dapur, pakaian, dan mainan anak-anak.
Meningkatnya aktivitas ekonomi lewat pasar takjil ini tentu saja menambah pertumbuhan perputaran ekonomi masyarakat setempat. Mulai dari pembuat dan penjual makanan, penyewaan tenda, tukang parkir bahkan pemerintahan kelurahan atau desa setempat yang menyewakan lahan.
Setiap petak lapak dikenakan beaya sewa sesuai ketentuan yang disepakati perangkat desa dan pengurus RT/RW setempat. Beaya sewa ini bukan sekedar mencari keuntungan tetapi juga digunakan untuk beaya kebersihan termasuk membuang sampah ke TPS.
Pada awal ramainya pasar takjil, para penjual hanya dari beberapa orang yang sekedar mengisi waktu menjelang berbuka puasa dan para pedagang yang saat siang tidak berjualan. Kini yang berjualan juga para produsen resmi yang ingin mengenalkan produknya kepada masyarakat. Seperti makanan dan minuman dalam kemasan, kue kering, serta keperluan dapur dan alat-alat masak serta pakaian.
Peluang inilah yang terbaca oleh pemerintahan desa untuk menjaring sponsor.
Pasar takjil berganti nama, seperti Festival Ramadhan, Pasar Ramadhan, atau sebutan lainnya yang bisa menarik konsumen.