Sekitar delapan tahun lalu muncul tren baru mengkonsumsi minuman lemon tea dan air hangat dari rendaman irisan lemon beserta kulitnya atau air infus.
Manfaat minuman tersebut untuk menghancurkan kadar kolesterol dalam tubuh, mengurangi berat badan, dan menghindari dehidrasi.
Sekitar empat tahun lalu dunia maya pun berseliweran tentang cara membuat minuman ini serta manfaatnya.
Efek dari gencarnya ulasan ini, banyak pula petani yang tergoda untuk menanam jeruk lemon, baik varietas lokal maupun kalifornia dan sejenisnya.
Demikian juga pada masyarakat dalam sekejap saja menanam jeruk lemon menjadi tren baru terutama untuk penanaman sekitar kebun dekat rumah atau menanam di pot. Ada juga yang menanam di sawah namun rerata luasnya hanya sekitar 0,25 hektar saja.
Penanaman jeruk lemon yang relatif mudah dan tahan hama membuat dalam sekejap meledak produksinya. Apalagi jeruk lemon bisa dikatakan tidak mengenal musim.
Tak pelak pasar kebanjiran jeruk lemon. Harga pun tidak stabil dan cenderung terus menurun sangat drastis.
Di Malang di tingkat petani hanya berkisar 1 - 2 ribu rupiah per kg selama tiga tahun terakhir.
Maka tak heran jika banyak petani yang tidak memanen dan membiarkan jeruk hidup rukun dengan gulma.
Beberapa petani pun mulai membabat jeruk lemon untuk diganti tanaman lain yang lebih menguntungkan.
Dari keadaan seperti ini kita bisa mengetahui dan belajar bahwa mengikuti tren tidak selamanya berguna bahkan sebaliknya malah merugikan.
Termasuk dalam dunia pertanian.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H