Dua peristiwa budaya tradisional menjadi sebuah perbincangan nasional dalam beberapa hari terakhir. Pertama Kendi Nusantara dan kedua pawang hujan.
Aneka pendapat bermunculan dan berseliweran di jagad maya. Mulai dari yang tidak pernah tahu selain mendengar dan dari yang tahu serta mengalami.
Pertama mengambil air suci.
Air suci yang dimaksud adalah air yang diambil dari sumber alami, seperti: sumur, sendang (danau kecil), coban (air terjun), belik atau mata air yang keluar dari tebing, umbulan atau mata air yang keluar dari dasar sebuah sendang, sumber mata air pertama dari sungai, gua (bisa dari tetesan atau rembesan atau pun sungai di dalam goa).
Air ini biasa disebut tirta merta dari kata tirta amerta atau toyo merta dari kata toyo amerta yang artinya air suci.
Pada masa lalu sumber-sumber alami ini diyakini bisa membawa kesembuhan, mempercantik, serta membuat awet muda. Karena khasiat ini maka sumber-sumber ini banyak didatangi para raja atau setidaknya penggedhe keraton. Â Selanjutnya sumber ini disebut patirtan.Â
Air suci atau tirtamerta pada masa kini biasa dipakai untuk memercik dalam arti membersihkan dan memberkati dalam ritual membuka sebuah lahan dan pembangunan sebuah gedung. Ritual ini tujuannya untuk memberitahu para penghuni kasat mata tempat tersebut agar tidak terganggu dan mengganggu. Jadi ritual ini bukan sebuah exorcist sebab bukan untuk menyuruh pindah apalagi mengusir mereka.
Selain masyarakat biasa, banyak juga para kontraktor dan pengusaha menggunakan jasa para dukun untuk melakukan ritual ini untuk mengawali pembukaan lahan dan sebelum peletakan batu pertama atau penggalian penanaman pasak bumi. Â Juga untuk renovasi sebuah gedung seperti hotel, pabrik, dan tempat pertemuan.Â
Pada masa kini, air suci ini masih sering digunakan dalam sebuah ritual siraman yakni memandikan calon pengantin putri. Khusus untuk siraman ini tirtamerta diambil dari tujuh sumber berbeda yang mempunyai arti semoga dalam tujuh hari kehidupan yang terus berjalan si wanita selalu segar, cantik, menarik, dan juga bersih hatinya di mana pun berada.Â
Dalam masyarakat Suku Tengger ada ritual Tirta Aji di mana para dukun dari empat kabupaten mengambil air dari gua Gunung Widodaren yang ada di sebelah barat G. Bromo atau dari Sendang Widodaren yang ada mata air Wendit sekitar 6 km timur dari pusat kota Malang.
Pada masyarakat Jawa ada juga ritual selamatan dengan menyajikan sesaji di sebuah mata air. Ritual sakral ini untuk menghormati dahnyang desa atau pendiri sebuah desa yang telah menemukan tempat yang layak dihuni dengan adanya mata air sebagai sumber kehidupan.
Adanya ritual ini sumber mata air yang disakralkan menjadi terjaga untuk keseimbangan lingkungan hidup.
Dalam budaya Jawa nyarang hujan lebih berarti memindahkan curah hujan ke tempat lain agar sebuah perhelatan tidak diguyur hujan deras. Jadi bukan menolak hujan sama sekali. Sehingga sebuah acara yang diadakan secara terbuka tetap berjalan lancar.
Ke mana hujan ini dipindahkan?
Memindahkan sebagian curah hujan bukan asal-asalan pada sebuah tempat yang bisa menyebabkan orang lain yang mungkin juga mengadakan sebuah acara diguyur hujan.
Di sinilah para dukun biasanya tidak bekerja sendiri tetapi saling berkomunikasi dengan yang ada di tempat lain terutama tetangga dusun atau desa.
Demikian juga jika ada perhelatan besar yang bersifat massal, seperti konser musik, pagelaran wayang kulit, pawai, bahkan kegiatan olahraga seperti sepak bola.
Komunikasi dan kerjasama ini sebagai tanda kerendahan hati dan bukan untuk merasa diri yang paling hebat.
Benarkah pawang hujan menggunakan jasa mahluk halus atau lelembut?
Bangsa Indonesia adalah bangsa religius selalu bersandar pada kekuatan Ilahi sesuai dengan keyakinan dan agama masing-masing. Baik agama yang banyak disebut maupun agama asli dengan konsep ketuhanan yang berbeda.
Kurangnya pemahaman akan agama asli dari sebagian masyarakat sering menganggap doa yang diucapkan para dukun sebagai mantra memanggil dan memohon pada lelembut. Apalagi jika para dukun menggunakan sarana lain seperti kemenyan.
Ketika hujan tetap turun apakah berarti dukun tidak sakti dan gagal?
Kita tidak tahu seberapa deras hujan akan mengguyur sebelum disarang. Demikian juga kala hujan turun saat perhelatan setelah kita menyarang hujan. Bisa jadi hujan deras yang mengguyur sebenarnya lebih deras lagi jika tidak disarang.
Di sinilah kerendahan hati para pawang hujan yang biasanya bekerja bersama tanpa harus diketahui oleh orang lain apalagi publik secara terbuka dan atraktif.
Misalnya kala di pesta perkawinan keluarga, si pawang melakukan ritual di sentong atau salah satu ruangan. Bisa juga di halaman belakang rumah.
Jika untuk perhelatan besar seperti konser musik atau rapat akbar biasanya di salah satu sudut stadion di belakang panggung.
Berapa honornya?
Bisa untuk membeli makan dalam sehari. Tidak lebih. Sepemahaman saya dukun apa pun biasanya non profit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H