Bahasa Jawa sebagai bahasa ibu hingga sekarang masih saya gunakan.
Alasan pertama tentu saja karena sebagai orang Jawa harus tetap menghargai budaya dan adat termasuk di antaranya bahasa Jawa.Â
Alasan kedua dalam bahasa Jawa ada unggah-ungguh yang berarti ada nilai etika dalam berujar dan berbahasa dengan orangtua dan orang yang dituakan.
Alasan ketiga sebagai seorang pemerhati budaya khususnya Jawa dan lebih banyak beraktivitas dengan komunitas budayawan dan seniman seni budaya Malang.
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan dalam budaya dan bahasa Jawa pun, saya banyak mengoleksi dan membaca buku-buku bahasa Jawa. Ada
Sebagai orang yang mencintai bahasa Jawa bukan berarti saya mengabaikan bahasa lainnya. Dalam menjalankan tugas atau dalam forum resmi tetap memakai bahasa Indonesia.
Demikian juga jika ada orang lain menggunakan menggunakan bahasa daerah masing-masing dalam percakapan dengan orang sesuku saya juga tidak tersinggung atau curiga.
Bukankah suatu bahasa tetap lestari jika tetap ada yang menggunakan baik lesan maupun tulis.
Sebagai warga Arema asli saya pun kadang masih menggunakan bahasa prokem Malang atau yang lebih dikenal dengan basa walikan. Misalnya, saya : ayas, tidak : kadit, pulang : ngalup.
Saya tidak pulang : Ayas kadit ngalup.
Tentu saja bahasa prokem ini hanya saya gunakan bersama teman sebaya.
Bila berbincang dengan anak muda dari sesama suku Jawa lebih sering menggunakan bahasa Jawa dengan tujuan untuk 'sedikit memaksa' mencintai dan melestarikan budaya dan bahasa Jawa.
Beberapa anak muda yang pernah berbicara dengan saya menggunakan bahasa Jawa ada yang mengatakan bahwa yang saya gunakan merupakan bahasa para dewa. Harap dimaklumi dalam percakapan sehari-hari anak muda sekarang lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia, bahasa gado-gado Indonesia dan Jawa, bahasa Jakarta-an karena pengaruh sinetron, atau bahasa Jawa ngoko. Â
Keadaan seperti ini tidak perlu diperdebatkan dan kaum muda juga tak usah disalahkan. Hanya saja jika  bahasa daerah ingin tetap lestari maka yang masih menguasai harus bisa memberi contoh.
Jika ada yang menggunakan bahasa daerah dalam pertemuan resmi sebagai sebuah selingan juga tak perlu dicurigai.