Hingga akhir tahun 70an, masyarakat perdesaan di tanah Jawa jika sebuah keluarga akan mengadakan pesta perkawinan maka kala mengundang teman, sahabat, dan tetangga maka akan mengunjungi satu persatu.
Seiring perkembangan jaman, undangan mulai marak menggunakan kertas dengan aneka model dan gambar. Mulai dari selembar kertas hingga dalam bentuk sebuah kerajinan tangan yang tertulis pula jadwal acara.
Memberi undangan pun ada yang melalui teman dan sahabat, panitia kecil, diantar sendiri yang akan menikah, atau orangtua yang akan mengadakan pesta perkawinan putra-putrinya. Tentunya dengan alasan masing-masing.
Masyarakat perdesaan Banyuwangi bagian selatan yang pada umumnya Suku Jawa mempunyai adat sendiri dalam memberi undangan.
Bagi calon pengantin akan memberikan undangan kepada teman dan sahabatnya dengan cara seperti pada umumnya, memberikan sendiri.
Bagi orangtua calon pengantin yang akan mengundang teman dan sahabatnya juga demikian. Namun ada perbedaannya, yakni setiap undangan wajib diberi sebungkus rokok apa pun mereknya. Tanpa rokok akan dianggap pelit.
Beda lagi undangan yang diberikan kepada tetangga atau sesama warga desa setempat atau tetangga desa. Undangannya bukan dalam bentuk kunjungan ke rumah yang diundang secara lesan atau diberi undangan kertas dan diberi rokok. Tetapi dalam bentuk kiriman sebungkus makanan dan kue.