Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

[Streetphotography] Buk Ya, Penjual Jamu Tradisional di Pasar Besar Malang

22 Februari 2021   12:14 Diperbarui: 23 Februari 2021   06:45 1200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Waktu masih menunjukkan sekitar jam 8.30 pagi kala saya gowes sudah sampai di wilayah pertokoan Pecinan atau sekitar Pasar Besar Malang. Hanya beberapa toko yang sudah buka sedang lainnya masih tampak tutup namun beberapa karyawati sudah duduk lesehan di trotoar menunggu sang empunya toko membuka pintu harmonikanya. 

Sebuah suasana yang cukup menarik untuk diabadikan sebagai sebuah karya streetphotography dan human interest. Jepret...jepret... jepret...beberapa bidikan berhasil saya dokumentasikan, tetapi atas permintaan mereka tak bisa ditayangkan. Okeylah...tak apa. Harus menghargai permintaan seseorang.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Kala ingin meninggalkan tempat tersebut, seorang ibu tua penjual jamu tradisional menghentikan sepedanya di depan kami. Si penjual kemudian mencopot capingnya atau topi bambu yang biasa dipakai petani dan mencantolkannya di sebuah kunci selot toko. Diambilnya  beberapa renteng krupuk dan kacang goreng yang juga dijualnya lalu ditawarkan pada para karyawati toko yang masih menunggu di depan toko. 

Gelengan kepala tanda menolak tak menyurutkan si penjual menawarkan jamunya. Kembali gelengan kepala yang didapat si penjual jamu yang kemudian masuk ke sebuah toko kosmetik yang sudah buka. Dari luar tampak si penjual ini menawarkan pada karyawati yang lain. Ketika keluar ia tersenyum dengan membawa uang selembar lima ribuan karena krupuknya laku satu renteng seharga 4 ribu dan 1 bungkus kacang goreng seharga 1 ribu.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
"Kersa (mau) jamu Mas...," kata si penjual pada saya ketika saya berusaha membidiknya. "Inggih Bu setunggal beras kencur kalih sinom." Artinya 'Iya Bu satu bungkus beras kencur dan sinom (seduhan daun asam).'

"Saya gak dibelikan Pakdhe....," rayu seorang karyawati yang masih menunggu di depan toko tadi. 

"Nggih Bu...lare-lare sampeyan bungkusaken pindah," (Ya Bu... anak-anak minta dibungkuskan sekalian.)

Saat si ibu sibuk membungkus, saya pun memperhatikan sambil memotret dan mewawancarainya. Tangan si penjual yang kulitnya tampak keriput karena usia dan hitam karena sudah hampir 20 tahun menjajakan jamu tradisional di sekitar Pasar Besar, Pasar Kebalen, dan Pasar Comboran Malang yang masing-masing jaraknya tak lebih dari 1 km saja. Dalam sehari ia bisa menjual antara 6 botol yang berisi sekitar 1,5 liter jamu beras kencur, sinom, gejah, lempuyang, dan kunir asem. 

Satu botol jamu dijual seharga 15 ribu. Jika ada yang beli per bungkus plastik 200 cc harganya 3 ribu saja.  Selain menjual jamu, ia juga menjual kacang goreng yang dibungkus plastik yang berisi sekitar satu sendok makan kacang dengan harga seribu rupiah perbungkus. Sedang krupuk rasa ayam bawang ia jual seharga 4 ribu perbungkus dari kulakannya di Pasar Kebalen seharga 3 ribu per bungkus. Dalam sehari rerata laku menjual 3-4 bungkus sedang sisanya untuk lauk pauk makan di rumah bersama anak cucunya. Jamu dan kacang goreng dibuatnya sendiri pada sore hari sepulang berjualan.

Tak lebih dari sepuluh menit, si ibu penjual jamu berhasil membungkus 6 plastik jamu beras kencur. Satu bungkus diberikan pada saya dan 5 bungkus diberikan pada karyawati di depan toko.  "Matur nuwun Pakdhe, fotonya jangan dimuat di FB ya....," kata salah satu dari mereka sambil tersenyum. 

Begitu selesai, si penjual jamu yang dipanggil Buk Ya ini mengambil dan memakai capingnya  kembali dan  mengayuhnya sepeda menyusuri Pecinan tempat di mana ia mencari nafkah menghidupi keluarga sejak ketika ia masih usia muda menjadi karyawati  sebuah toko P&D dan kini menjadi penjual jamu keliling. Tanpa peduli melawan arus lalu lintas ia terus membunyikan bel sepedanya. Kring...kring...kring..... jamu....jamu...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun