Desa mawa cara negara mawa tata sebuah peribahasa dalam budaya Jawa yang artinya setiap daerah mempunyai adat istiadat serta tata cara yang berbeda. Hal ini berlaku juga di tempat wisata Situs Patirtan Ngawonggo yang dikelola oleh Pokdarwis Kaswangga di Desa Ngawonggo sekitar 20 km di timur kota Malang.Â
Beda dalam suasana, menyambut tamu, destinasi yang ditampilkan dan yang cukup unik adalah sajian makanan yang disuguhkan. Untuk mengetahui keunikannya dalam sajian makanan kita membaca dulu tata tertib yang tertulis di sebuah papan yang ada di samping kiri pintu masuk Situs Patirtan Ngawonggo, terutama tata tertib no 3.
Pengelola pun tidak menjual makanan dan minuman dalam kemasan. Dan sebaiknya, setiap pengunjung tidak perlu membawa makanan dari luar dalam bentuk apa pun karena makanan dan minuman telah disediakan oleh pengelola. Sajian makanan dan minuman ini pun diberikan tanpa tarif yang dipatok.Â
Tetapi pengunjung dapat mengganti beaya sajian makanan dan minuman sesuai dengan kemampuan dan keinginan sebagai tali asih yang hasil untuk mengganti bahan makanan dan beaya memasak serta mengelola Situs Patirtan Ngawonggo. Ini juga berlaku saat memberi uang asih untuk parkir.
Sebagai sajian pembuka kita bisa meminta minuman unik semacam wedang uwuh dengan bahan seperti kapulaga, cengkeh, jae merah, pekak, kayu manis, dan jinten.Â
Ada tiga macam minuman yang disajikan yakni tomboan abang, tomboan ijo, dan temu guyon. Disebut tomboan karena minuman ini bisa menyembuhkan beberapa penyakit seperti sariawan, pegal linu, kembung, mules, dan kepala pusing. Yang disebut dengan temu guyon karena bahan dan rasanya yang berbeda  dan membuat kita penasaran.Â
Untuk makanan sajian pembuka disediakan jajanan tradisional seperti foto-foto di atas. Cara penyajiannya pun menggunakan layah atau cobek dengan dialasi daun pisang tanpa menggunakan kertas dan plastik untuk menghindari sampah anorganik termasuk juga pemakaian sabun cuci untuk membersihkan tempat dan alat makan. Cara memakannya pun memakai tangan atau membuat sendok dari daun pisang yang dalam budaya Jawa disebut suru.
Lelah keliling yang membuat lapar, pengunjung kembali ke gubug bambu tempat istirahat untuk menikmati sajian makan siang berupa nasi jagung dengan sayur urap-urap dan lodeh, serta lauk botok beluntas, bungko - semacam botok tapi bahan utamanya kacang, tahu tempe menjes, krupuk, Tentu saja sambel lombok yang pedasnya membuat kapok lombok. Kapok karena kepedasan tetapi selalu mengambil lagi.Â