Lakon yang diambil merupakan lakon carangan atau kisah sempalan dari kisah Mahabarata sebenarnya dengan judul Pandu Swarga yang mengisahkan tentang keinginan Bima membebaskan Pandu dan Dewi Madrim dari siksa neraka atau kawah Candradimuka karena dosa-dosa mereka.
Ketekadan Werkudara menyelamatkan Pandu dan Dewi Madrim membuat panas api neraka mereda dan mati sehingga mereka berdua terselamatkan dan dibawa menuju swargaloka oleh para bidadari.
Tepat jam 11 malam, kala purnama mulai mendekati di atas kepala pagelaran wayang selesai. Sambutan hangat dari para penonton yang jumlahnya sekitar dua ratus orang disambut haru orangtua Zulfikar Nus Hasyim Maulidi.
Acara ritual inisiasi penjamasan dalang cilik gaya wetanan (Jawa Timuran) memang beda dengan upacara atau ritual dengan pelantikan dalang di tempat lain. Malam ini ritual inisiasi gaya Malang.
Pagelaran wayang kulit di tanah Jawa ada gaya kulonan dan gaya wetanan. Gaya kulonan lebih terpengaruh oleh budaya Jogja dan Solo dengan menggunakan bahasa Jawa halus serta iringan karawitan yang rancak lembut.
Gaya kulonan biasa lebih banyak digelar di Blitar, Trenggalek, Tulungagung, Ponorogo, Madiun, hingga ke sekitar Cirebon.
Gaya wetanan disebut juga wayang jekdong karena unsur kendang lebih banyak untuk dinamika permainan sabetan wayang dan tembang-tembang yang dilantunkan. Iringan karawitannya tentu saja lebih dinamis menghentak. Bahasa Jawa yang digunakan pun masih tercampur dialek lokal dan tidak sehalus Jogja dan Solo.
Namun demikian bagi sebagian kaum muda milenial belum tentu bisa menghayati sepenuhnya. Bahasa Jawa tak lagi sepenuhnya menjadi bahasa ibu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H