Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Utang antara Membawa Kesejahteraan atau Kehancuran

8 Agustus 2020   11:01 Diperbarui: 8 Agustus 2020   11:26 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jepretan pre weeding di Ranu Pani. Dokpri

Tahun 2002, setelah melunasi kredit KPR di BTN saya mengambil sertifikat tanah ke bagian lain dari bank tersebut. Alangkah kagetnya ketika pegawai bank menyarankan agar sertifikat tidak usah diambil sebagai jaminan pinjaman baru dengan maksimum pinjaman sebesar 165 juta! 

Sebuah penawaran yang membuat kami tidak bisa tidur hampir tiga hari. Dengan berbagai pertimbangan, seminggu kemudian kami kembali menghadap BTN dan disetujui pinjaman sebesar 100 juta dengan masa angsuran selama 7 tahun. 

Sesuai kesepakatan dengan pihak BTN uang ini kami gunakan untuk membeli kebun apel seluas 135 pohon di desa kami Gubuk Klakah dan sebidang tanah di Cemoro Kandang.

Nasib baik rupanya masih menempel pada kami, 6 tahun hasil apel bisa untuk melunasi hutang di BTN. Sekalipun 4 tahun kemudian kebun kami hancur babak belur dengan fluktuasi harga obat-obatan dan pupuk serta salah pengelolaan juga hantaman masuknya apel import yang sebelumnya didengungkan pemerintah hanya untuk memenuhi kebutuhan hotel dan pariwisata yang banyak dikunjungi wisatawan manca negara. Lihat di sini : https://www.kompasiana.com/aremangadas/550d93188133115a2cb1e4c7/apel-malang-menuju-kehancuran

Nasib baik rupanya senang hinggap pada keluarga kami, tahun 2013 tanah kami beli di Cemoro Kandang  dibeli langsung oleh pemerintah untuk pembangunan jalan TOL sesi VI dengan harga yang sangat luar biasa di atas 1,5 M!

Kesuksesan yang beruntun dan dianggap juga cukup pandai mengelola keuangan , saya dipilih menjadi salah satu pengurus kopdit (tidak bisa saya sebut nanti dianggap iklan walau beberapa K'ner juga tahu) serta diangkat pimpinan yayasan sebagai salah satu kepala bagian.

Duduk di kursi pimpinan koperasi dan yayasan ternyata membuka mata dan membuat pusing saya bagaimana banyak teman karyawan seangkatan yang perekonomiannya babak belur, jatuh bangun, dan gali lobang tutup lobang karena salah pengelolaan keuangan keluarga yang hanya mengutamakan hidup konsumtif. 

Ditambah lagi beberapa orang yang sengaja datang ke kantor yang kuanggap ada keperluan dinas ternyata mengajukan kredit pribadi yang pengembaliannya tak lebih dari 20%! Jangankan bisa menagih untuk menemui mereka saja sulitnya minta ampun.

Kebun apel pertama. Dokpri
Kebun apel pertama. Dokpri
Jepretan pre weeding di Ranu Pani. Dokpri
Jepretan pre weeding di Ranu Pani. Dokpri
Si Mungil dan Manis: Rosa. Dokpri
Si Mungil dan Manis: Rosa. Dokpri
Tahun 2008 saya dan istri mengembangkan usaha perjalanan wisata, weeding organizer, dan studio foto. Usaha perjalanan wisata kami tinggalkan 2010 kerena berselisih paham dalam pengembangannya walau usaha yang telah dilanjutkan teman kami ini telah mempunyai armada 6 bus dan 4 minibus dengan nama yang sama koperasi di atas. 

Weeding organizer masih berlanjut walau kembang kempis kalah dengan kaum muda yang lebih gesit dan inovatif. Studio foto kami putuskan tutup 9 bulan lalu karena perkembangan teknologi menyebabkan foto cetak sekarat.

Tahun 2010, saya dan beberapa teman (pengurus koperasi terdahulu) mendirikan koperasi simpan pinjam walau intinya lebih bersifat pendanaan usaha pertanian dan peternakan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun