Sejak Djaka Tarub ditinggal Nawang Wulan kembali ke kahyangan hatinya berkeping-keping. Antara perasaan bersalah telah menipu seorang bidadari dan merasa iba pada Nawang Sih yang masih bayi ditinggal ibunya kembali ke asalnya di swarga loka.Â
Mbok Randha, emak asuh Djaka Tarub yang merasa makin tua merasa tak sanggup lagi mengasuh Nawang Sih putri Djaka Tarub dan Nawang Wulan. Rayuan untuk segera menikah lagi sepertinya tak mempan sekali pun banyak wanita yang berharap dilirik Djaka Tarub.
"Kasihan Nawang Sih kalau mereka cuma mencintai diriku tapi mengabaikan anakku..." Elak Djaka Tarub kala Mbok Randa Dadapan memberitahu ada ada beberapa gadis cantik dan manis yang pantas jadi istrinya.
Sabtu pagi, saat mencuci pakaian dan mandi di telaga Mbok Randa Dadapan kaget melihat seorang wanita cantik wajahnya mirip Dewi Nawang Wulan. Mbok Randa pun penasaran dan berusaha mengenalnya, namun sang wanita ini hanya diam seribu bahasa. Hanya terlihat setitik airmata yang menetes bersama guyuran air gayung yang untuk menyiram wajah dan tubuhnya. Â
"Gak mungkinlah Mak, kalo Nawang Wulan menitis pada wanita desa itu." Jawab Djaka Tarub saat diberitahu Mbok Randa Dadapan tentang wanita yang mirip Nawang Wulan itu.
Namun gossip yang beredar pada emak-emak dan kaum wanita desa mengkisahkan dia adalah Nawang Wulan yang ditolak para dewa untuk kembali ke Swargaloka karena telah tercemar darah manusia. Sebenarnya, sang wanita manis ini ingin kembali ke Djaka Tarub namun rasa sakit hati ditipu dan malu ditolak para dewa membuat dia menjadi seorang pendiam dan ingin bertapa di tempat itu.
Atas dasar belas kasih dan melihat keterampilannya serta sikapnya yang anteng, warga dan pamong desa membangun sebuah padepokan kecil di tepi telaga sebagai tempat tinggalnya serta untuk melatih anak-anak menari dan nembang. Ramai dan kondanglah telaga dan padepokan itu hingga banyak lelaki yang datang sehingga tempat itu disebut Telaga Lanang.
Djaka Tarub kaget melihat telaga yang dulu tampak angker kini menjadi bersih dan indah. Menggunakan ilmu panglimunan agar tak bisa dilihat orang lain, Djaka Tarub berjalan menuju sebuah gubug kecil yang disebut orang sebagai padepokan tari dan budaya. "Anakku Nawang Sih bisa belajar di sini...," pikir Djaka Tarub.
Alangkah kagetnya kala di gerbang ada papan sambutan dengan tulisan 'Jare ngganteng kok jomblo' artinya 'katanya cakep kok jomblo.' Djaka Tarub merasa tersindir tapi cuek. Ia pun terus menuju ke padepokan itu. Haladalaaah, di jalan setapak depan padepokan itu ada papan petunjuk bertuliskan Jl. Ke rumah Mantan. "Apa benar ini rumah Nawang Wulan mantanku?" pikir Djaka Tarub.
Setelah celingak-celinguk melihat tidak orang, Djaka Tarub berniat memancing di pinggir telaga sambil berharap wanita mirip Nawang Wulan muncul. Betapa jengkelnya ia, saat mau duduk pinggir telaga ada papan bertuliskan "Kapan Nikah?"Â