Pasir yang sudah diayak lalu diangkut lagi dibawa agak ke tengah agar tidak terbawa luapan air sungai kala banjir atau terbawa air hujan yang turun dari tebing-tebing pinggir desa.
Pencarian atau penggalian pasir oleh setiap orang selama 7 hari berturut-turut bisa menghasilkan satu truk atau 8 meter kubik yang dihargai antara 350-450 ribu rupiah tergantung mutu pasir banyak mengandung tanah atau tidak. Pasir merah yang banyak mengandung tanah atau lumpur tentu lebih murah daripada pasir hitam tanpa tanah dan kerikil. Jika karena cuaca atau keadaan lain yang menyebabkan seseorang hanya bisa mendapat 2-4 meter kubik maka akan digabungkan dengan pasir galian temannya untuk dijual pada pengepul.
Berdasarkan perhitungan di atas rerata setiap penggali bisa mendapatkan sekitar 40-50 ribu rupiah perhari. Sebuah perjuangan yang amat berat sekali. Bukan hanya menguras tenaga tetapi juga pertaruhan nyawa. Seperti yang dialami oleh Mbok Ya lansia lebih dari 70 tahun, salah satu dari 5 wanita pencari pasir di tepian Dusun Bonangan.
Kala si sulung masih berumur 12 tahun, sang suami menghadap Sang Ilahi karena terserang muntaber yang kemungkinan karena menelan air sungai yang kotor karena polusi akibat sistem pertanian.
Pepatah Jawa mengatakan 'ora ana kebo kabotan sungu' dalam bahasa Indonesia "tak ada kerbau tak kuat menyangga tanduknya" yang berarti tak mungkin ada orangtua terbebani untuk menghidupi anak-anaknya. Sebagai seorang wanita desa sekali pun ia menjadi seorang janda adalah pantangan besar untuk mengeluh. Ia tetap tegar mencari dan mencari pasir untuk menghidupi putra-putrinya. Peduli amat dengan harga pasir kala itu masih 5 ribu rupiah per meter.
Perjuangan keras tanpa lelah dan keluh kesah kini membawa hasil. Seorang putranya kini menjadi sopir truk pengangkut pasir, satunya menjadi tukang batu, dan satu lagi menjadi tukang kayu. Sedang dua putrinya bekerja di pabrik rokok dan bihun.
"Kok mboten ngaso mawon, Mbok?" tanya saya dengan bahasa Jawa, yang artinya 'Kok tidak istirahat saja, Mbok?'
"Setiap orang membawa rejeki sendiri. Biarlah rejeki anak-anak dinikmati bersama keluarganya." Kata Mbok Ya sesuai dengan pandangan orang Jawa. Baginya pantang meminta atau hidup tergantung pada orang lain sekali pun pada anaknya.Â
Bila perlu sebagai orangtua ia membantu anak-anaknya atau paling tidak membagi sebagian hasil jerih payahnya untuk membelikan jajan untuk para cucunya. Dan tentu saja yang terutama hasil jerih payahnya ditabung untuk beaya hidup kala sudah tak mampu lagi mencari pasir.