Seorang gadis melemparkan sebuah senyuman manis padaku yang kuabaikan dengan langsung memainkan gawai sambil sedikit menggeser dudukku di kursi metal yang mulai menghangat walau ruangan cukup sejuk.
Ah, game over kala kulihat permainan tetrisku sudah menumpuk.
Kembali sedikit kudongakkan kepala melihat kembali gadis tadi.
Walah kini dia malah mengerlingkan salah satu matanya sambil memegang sepatu kets merah muda. Warna kesukaan wanita. Aku tetap tak menjawab senyumannya selain hanya memandangnya. Â
Kini sang SPG cantik justru yang senyum padaku. Kubalas senyumannya. Aneh sang gadis tadi malah merasa senang lalu menggandeng sang SPG.
Kursi yang kududuki terasa menjadi panas. Aku pun pindah. Seorang satpam melirikku curiga. Melihat pria senja duduk sendiri di selasar mall. Aku cuek.
Baru saja kuletakkan diri ini di kursi lipat sebuah stand minuman seorang gadis lain memandangku lalu mengangkat alisnya sambil tersenyum. Kedua tangannya memegang sebuah celana blue jeans bolong-bolong. Aku hanya tersenyum. Ia tampak gembira.
Gadis  cantik yang menjual minuman memandangku melemparkan senyumannya pula.
"Mereka manja ya Om...," katanya sambil menyodorkan segelas plastik coklat hangat.
Belum kusesap coklat hangat yang kuangkat ketika seorang wanita paruh baya datang lalu duduk di sebelahku lalu sambil tersenyum berkata lirih, "Kebaya ini cantik ya..."
Aku hanya meliriknya dan  tersenyum. Ia pun membalas senyumanku lalu ngeloyor masuk ke dalam outlet.
Kuseruput coklat hangat sambil berguman pelan,"Mending mengajak mereka ke gunung atau sawah..."
"Sekali waktu kan ga apa to Om ngajak mereka ke sini...," kata si gadis penjual minuman coklat secara tiba-tiba. "Masak harus ke sawah terus...," lanjutnya.
Benar juga, putri dan istri kadang perlu dimanja ke kota. Jalan-jalan ke mall bukan hanya di pematang sawah. Si Gadis penjual minuman coklat kembali tersenyum kala aku menganggukkan kepala pelan.
"Si Tengah itu sering omong-omong di sini kok Om..., katanya dia mau buka stand makanan." Â
Aku sedikit terkejut dan mengernyitkan dahi. Si Gadis penjual dan putriku Si Tengah memang bersahabat sejak kecil di desa. Sama-sama anak petani dan sama-sama jebolan sastra tapi lebih suka bekerja sendiri sesuai keinginannya.
"Ya maunya  dia begitu..."
"Nah gitu Om...," katanya sedikit keras lalu memeluk Si Tengah yang tak kutahu kedatangannya.
Istriku dan Si Bungsu cuma tersenyum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H