Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pemandangan yang Indah namun Menyesakkan

8 Juni 2020   15:34 Diperbarui: 14 Juni 2020   14:20 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Subur tapi kalo harga anjlok? Dokpri

Sekali waktu kala kita melewati bentangan sawah yang menghijau tumbuh atau menguning dengan padi yang merunduk tanda kesuburan tentu akan merasa senang dan bahagia karena sebagai anak bangsa tentu bangga jika Ibu Pertiwi demikian gemah ripah loh jinawi tata tentrem kertaraharjo. 

Demikian juga kala melihat ladang sayuran yang membentang hijau dan kadang menjadi hamparan bebungaan kangkung warna putih, bebungaan sawi warna kuning, atau bebungaan kenikir sayur warna merah muda bernuansa putih.  

Sekali pun ladang dan sawah itu bukan milik kita. Rasa ingin duduk santai di dangau pinggir pematang sambil menikmati gemerciknya air sungai atau air pancuran dan kicauan aneka burung serta nyanyian pucuk-pucuk pohon yang mengajak menari  dengan iringan semilirnya angin gunung yang sejuk. Semua terasa membuai bahwa kita memang hidup di surga buwana yang demikian teduh dan sejuk.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Menguningnya hamparan padi memang membahagiakan petani jika padinya bukan sekedar menguning namun juga padat berisi dengan kandungan air yang sedikit. Sebab hasil panen pasti melimpah. 

Tetapi hamparan keindahan bebungaan dari sayuran yang dipenuhi kupu-kupu mungil warna kuning dan putih  yang menari lincah di antara harum lembutnya bunga adalah petaka kesesakkan bagi petani. 

Sebuah petaka karena harga sayur mayur atau buah atau cabai yang terjun bebas sehingga mereka tidak memanennya. Lalu membiarkan tumbuh hingga melebihi usia panen sampai berbunga dan tak layak jual apalagi dikonsumsi. Memang bisa saja dipanen dan dijual murah namun ongkos petik dan harga jual sangat timpang. 

Dua puluh lima ikat sayur seharga tiga puluh lima ribu jika harga normal bisa anjlok cuma seharga lima ribu rupiah!!! Padahal ongkos petik per 25 ikat sebesar sepuluh ribu rupiah. 

Tentu saja para petani pemilik lahan atau petani penggarap tak mau rugi. Sedang petani pekerja, laku tidak laku atau harga sayur anjlok tetap saja menerima upah jika diminta untuk memanen.

Kejadian seperti ini bukan satu dua kali terjadi dalam setiap musim panen sayur dan buah. Di sinilah peran dinas pertanian perlu memberi wawasan kepada para petani agar menanam dengan pola tidak bersamaan untuk menghindari jatuhnya harga di titik nadir karena kelebihan produksi. Apalagi komoditas sayuran tidak bisa disimpan lebih dari satu hari.

Dokpri
Dokpri
Subur tapi kalo harga anjlok? Dokpri
Subur tapi kalo harga anjlok? Dokpri
Bahkan wortel pun dibiarkan berbunga dan hanya untuk mejeng. Dokpri
Bahkan wortel pun dibiarkan berbunga dan hanya untuk mejeng. Dokpri
Repotnya, jatuhnya harga tak pernah diprediksi sebelumnya kecuali setelah sayur dipetik kemudian dijual ke pasar sayur ternyata tak ada pedagang pengepul yang membeli untuk dijual ke pasar induk atau antar kota yang jaraknya tak lebih dari 100 km. 

Sehingga sayur yang terlanjur dibawa ke pasar harus dibuang seperti yang kadang terjadi di Pasar Sayur Kedung Boto, Tumpang-Malang. Ada pula pedagang kecil termasuk petani yang sedikit bermurah hati memberikan secara cuma-cuma kepada siapa pun yang lewat seperti pada video di bawah ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun