Beberapa kali, entah mahasiswa yang sedang KKN, wartawan yang sedang meliput, atau seorang peneliti yang berkunjung ke masyarakat suku Tengger khususnya Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang ada yang bertanya pada saya apakah masih ada yang menyimpan pusaka sebagai peninggalan nenek moyang.Â
Menjawab pertanyaan ini, saya tak pernah menjawab secara langsung tetapi mengajak mereka berkunjung dan berbicang pada beberapa sesepuh atau tokoh masyarakat, dengan harapan mereka menanyakan sendiri.Â
Ketika mereka berbincang dengan sesepuh atau tokoh masyarakat lalu saya tinggal. Selain itu, saya tunjukkan pula foto-foto masyarakat dengan pakaian tradisionalnya dan saya minta untuk melihat dan mengamatinya tanpa menjelaskan jika mereka tidak bertanya.
Selesai berbincang, saya tanya apa kesan mereka terhadap para sesepuh. Jawaban yang pasti adalah mereka disambut penuh kekeluargaan sekali pun belum pernah bertemu. Para sesepuh sekali pun mendapat tempat yang lebih tinggi dalam masyarakat ternyata sangat rendah hati.Â
Mereka juga mendapat info tentang siapa dan dari mana asal usul masyarakat suku Tengger serta struktur masyarakat dan budayanya. Namun tentang senjata dan pusaka serta aji-aji mereka sama sekali tidak mendapat info. Â
Bagaimana dengan aji-aji atau mantra? Aji-aji dan mantra hanya dimiliki oleh seorang dukun adat atau dukun pandita yang bisa saja diturunkan pada anak cucunya namun bisa dialihkan pada orang yang dipercaya oleh sang dukun tersebut dengan alasan tertentu yang lebih disebabkan oleh kepercayaan sepenuhnya dari pada anak cucunya yang kemungkinan dianggap tidak layak menerima.
Aji-aji yang dimaksud disini  bukanlah semacam mantra kesaktian untuk menaklukan makhluk halus, binatang, atau sesama manusia tetapi lebih berarti doa ucapan syukur dan mohon keselamatan atas seluruh manusia dan makhluk hidup yang mendapat tempat di pangkuan Ibu Bumi yang memberi kelimpahan hasil pertanian dan seluruh usaha manusia serta selalu perlindungan Bapa Angkasa yang menurunkan hujan memberi kesegaran dan kesuburan bagi bumi. Bapa Angkasa juga menerangi bumi dengan mentari kala siang serta bintang dan bulan kala malam.
Aji-aji merupakan tanda kerendahan hati manusia masyarakat suku Tengger sebagai mikro kosmos yang merupakan bagian kecil dari alam semesta atau makro kosmos.Â
Kerendahan hati di hadapan sesama, siapa pun juga juga merupakan pusaka untuk mendapat tempat di hati orang lain bukan karena kesaktian dan kekuatan raga tetapi kekuatan jiwa dan batin untuk selalu bisa menaklukkan kesombongan dan keangkuhan diri.
#Digdaya tanpa pusaka.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H