Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kaum Lansia Memang Bandel?

6 April 2020   11:29 Diperbarui: 6 April 2020   18:30 585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca berita media cetak dan elektronik dan tulisan di media sosial serta mendengar berita di media elektronik yang paling rentan menghadapi pandemic Covid-19 adalah mereka yang berusia di atas 60 tahun. 

Alasannya yang cukup masuk akal adalah sistem kekebalan tubuh mulai menurun di samping secara psikologis lebih banyak karena faktor keterasingan atau kesendirian yang semakin menambah beban. 

Data menunjukkan demikian, namun apakah setiap orang dari kaum tua, termasuk penulis, mau menjadi bagian yang rentan tersebut? Tentu saja tidak. Siapa yang mau tertular atau menularkan apalagi meninggal dunia gegara Covid-19! #Jagajarak! #SocialDistancing! Tentulah.

#WorkForHome! #DiRumahSaja! Eiiit nanti dulu....

Selama hampir tiga bulan ini, setiap dua hari sekali penulis selalu gowes atau mancal sepeda jika ke sawah dengan jarak rerata 25 km. Namun kala Covid-19 semakin merebak justru jarak dan waktu yang ditempuh semakin tinggi. 

Jarak rerata 45 km dengan tanjakan dan turunan sekitar 400-700 m serta waktu tempuh santai termasuk istirahat sekitar 4 jam. 

Entah cerah, mendung, gerimis, atau hujan asal tidak di tengah sawah untuk menghindari sambaran petir. Apakah hanya penulis yang seperti ini?

Sabtu, 4 April 2020 kami (penulis dan istri) berangkat gowes santai dari rumah jam 6 pagi menuju arah timur lalu ke tenggara melewati sekitar 12 desa dari 4 kecamatan Kedung Kandang, Tumpang, Ponco Kusumo, dan Tajinan. Selama perjalanan sering kali bertemu dengan goweser yang kebanyakan adalah kaum lansia. 

Ini terlihat dari keriput wajah dan kumisnya yang memutih. Mereka juga bukan hanya dari kelompok orang kaya tetapi juga dari kaum biasa yang terlihat dari merek sepeda yang dipakainya serta helm serta jerseynya. 

Ada yang memakai sepeda dengan merek lokal yang harganya kisaran tiga juta ada pula yang menggunakan sepeda merek terkenal dengan harga di atas 75 juta!

Gunung Ronggo. Dokpri
Gunung Ronggo. Dokpri
Gunung Ronggo. Dokpri
Gunung Ronggo. Dokpri
Sepeda hanya dituntun. Dokpri
Sepeda hanya dituntun. Dokpri
Sepeda hanya dituntun. Dokpri
Sepeda hanya dituntun. Dokpri
Di suatu tempat yang indah pinggiran Desa Gunung Ronggo yang biasa digunakan untuk selfi, ada sekitar 10 orang goweser dari 4 kelompok yang sedang istirahat dan tidak semuanya saling kenal termasuk penulis. 

Hanya ada 3 orang yang penulis kenal sebagai mantan dewan sekolah tempat penulis mengajar dulu, mereka adalah the big boss sebuah perusahaan tekstil dan dealer mobil. 

Sambil lesehan di rerumputan namun tetap menjaga jarak lebih dari 1,5 m dan menikmati bekal masing-masing kami berbicang tentang pengalaman bergowesria.

Pengakuan para the big boss selama pandemic Covid-19 hampir dua hari sekali harus gowes untuk menghibur diri karena pabriknya harus tutup untuk memotong jalur penularan tentu saja ini menjadi beban pikiran karena khawatir pabriknya nanti akan kolaps. Di sisi lain harus memperhatikan kesejahteraan karyawan yang tak mungkin diabaikan begitu saja. 

Lain lagi dengan cerita seorang pensiunan BUMN yang hampir setiap hari gowes untuk menghibur diri karena kini menjomblo setelah pasangannya dipanggil Allah Swt sedang anak-anaknya bekerja di luar kota. Sedang selama bekerja dia sangat aktif. Kini sebagai pensiunan ia tak punya teman seaktif dia yang tak mau menjadi kaum rebahan. 

Dari pembicaraan di atas termasuk yang tidak penulis sebut, satu kesimpulan mereka ini tak mau duduk manis atau bermain dengan PC atau lappy atau smartphone-nya saja yang membosankan dan justru bisa menurunkan daya tahan tubuh akibat beban psikologis sekali pun asupan makanan bergizi tetaplah terjamin. 

Masa pensiun atau sudah tak bekerja lagi karena keadaan bisa menyebabkan seseorang mengalami post power syndrome yang sangat berbahanya bagi imunitas kaum lansia atau setidaknya pensiunan termasuk juga bagi mereka yang masih aktif namun karena pandemic Covid-19 dipaksa harus diam di rumah belaka. 

Justru menurunnya imunitas atau kekebalan tubuh menyebabkan virus Covid-19 akan mudah menyerbu.

Menuntun sepeda. Dokpri
Menuntun sepeda. Dokpri
Dokpri
Dokpri
Buruh tani yang bisu tuli yang tak mungkin tidak ke sawah sekali pun sekedar mencari rumput. Dokpri
Buruh tani yang bisu tuli yang tak mungkin tidak ke sawah sekali pun sekedar mencari rumput. Dokpri
Dokpri
Dokpri
Setelah istirahat dan berbincang santai sekitar 30 menit dengan tetap menjaga jarak kami berpisah tanpa berjabat tangan lalu melanjutkan perjalanan masing-masing. 

Penulis sendiri masih tetap di bawah pohong langsep pinggir sawah sambil mengamati para petani yang kini mulai istirahat bahkan ada yang pulang.

Sama seperti para goweser, kebanyakan petani yang kami jumpai adalah kaum lansia. Sekitar lima orang petani yang juga istirahat bersama penulis. 

Tempat tersebut memang sejuk tetapi jalannya merupakan puncak tanjakan dengan kemiringan sekitar 45 derajat sejauh lebih kurang 5 km sehingga pas untuk istirahat.

Dua petani yang penulis ajak bicara hanyalah buruh tani yang berharap mendapat pekerjaan. Keduanya sama-sama membawa sepeda pancal namun tidak dinaiki atau hanya dituntun karena mereka sudah tidak kuat mengayuh. Jadi sepeda hanya digunakan sebagai penopang kala harus berjalan menyusuri sawah atau jalanan kala mencari pekerjaan. 

Pekerjaan yang bisa dilakukan hanya yang ringan seperti membersihkan sawah dari gulma, menyabit rumput untuk pakan ternak, memetik sayur, atau memasang lanjaran (tonggak bambu) untuk tanaman merambat. 

Keliling antar desa belum tentu tiap hari mereka mendapat pekerjaan namun berdiam di rumah bukanlah cara terbaik menurut mereka menghindari serbuan Covid-19. 

Berdiam diri tanpa pekerjaan justru tak akan menghidupi dirinya apalagi anak-anak mereka kini dirumahkan oleh perusahaan atau tak mendapat pekerjaan karena semua usaha padat karya menjadi sepi.

Dua kisah yang berbeda dengan latar belakang berbeda dari para lansia atau kaum tua  namun semua menghadapi sebuah dilema kala harus melawan dan memutus serangan Covid-19.

Ga kuat tuntun saja daripada hanya di rumah. Dokpri
Ga kuat tuntun saja daripada hanya di rumah. Dokpri
Hai...maaf aku harus kerja. Dokpri
Hai...maaf aku harus kerja. Dokpri
Tak mungkin dilakukan kaum muda. Dokpri
Tak mungkin dilakukan kaum muda. Dokpri
Demi kesehatan jiwa raga. Dokpri
Demi kesehatan jiwa raga. Dokpri
Catatan:

Para goweser keberatan foto-foto saat berbicang untuk ditampilkan di sini. Namun bisa dilihat di IG #mtbmalang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun