Ada dua orang perayu yang beberapa hari ini terus mendekati agar hati penulis luluh. Pertama, seorang karyawan kontrak sebuah bank BUMN yang merayu agar segera memperbarui pinjaman KUR yang hampir lunas.Â
Sang karyawan ini memang sudah bertahun-tahun membantu penulis dengan mensurvey untuk memperlancar kredit. Kedua, seorang teman yang menawarkan kios bunganya di sebuah jalan protokol Kota Batu.Â
Sebenarnya kios ini sudah pernah kutawar pada Januari lalu namun taka da kesepakatan harga sekali pun pihak bank sudah memberi tanda bahwa akan memberi kredit.Â
Rupanya bisnis bunga bukan nasib penulis karena beberapa tahun lalu gagal dalam pengembangan krisan dan anggrek akibat mahalnya pengembangan kultur jaringan. Akhirnya kembali menjadi petani sayur.
Selain itu ada dampak cukup berat dirasakan oleh para petani bunga dan pedagang bunga hias. Mandegnya sektor pariwisata dan perhotelan yang banyak menggunakan komoditas bunga hias betul-betul memukul para petani dan pedagang lebih dari 60% pandapatan yang mereka peroleh.Â
Ditambah lagi tidak adanya kegiatan belajar di sekolah dan ibadat di gereja setidaknya menurunkun juga pendapatan mereka sekitar 5%. Beberapa sekolah ternama dan gereja memang selalu menggunakan bunga hias sebagai salah satu penghias ruangan dan altar.
Anggrek dan dendrobium mungkin tidak mengalami petaka karena bisa bertahan berbulan-bulan tetapi bunga-bunga hias seperti mawar, dahlia, melati, krisan, dan sejenisnya kini hanya indah dipandang mata tetapi berat untuk meningkatkan perekonomian. Semoga hanya sementara waktu dan segera pulih. Bunga bukan hanya indah dipandang mata tetapi juga menyejukkan hati dan jiwa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H