Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Suka Duka Petani Tomat

16 Maret 2020   15:09 Diperbarui: 17 Maret 2020   13:51 1750
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Senyum manis kala panen. Dokpri

Di sebuah lapak pedagang sayur di pasar tradisional, seorang pembeli menawar tomat sambil pegang-pegang dan sedikit memejetnya.

"Delapan ribu ya Bu..." Si penjual cuma menggeleng kepala.

"Delapan ribu lima ratus ya?" Si penjual diam saja tetap bertahan. Si pembeli lalu pergi berusaha mencari harga yang menurutnya murah.

Beberapa saat kemudian si pembeli datang kembali dan menaikkan tawarannya.

"Sudah sembilan ribu ya?"

"Tidak boleh Bu....," jawab si penjual enteng.

"Ya sudah sembilan ribu lima ratus ya....," tawarnya lagi.

"Beli berapa kilo Bu?"

"Cuma setengah kilo saja kok..."

"Walaaaah Bu...kukira beli 5 kilo. Hanya setengah kilo saja menawar...," kata si penjual.

"Makanya kalo cari untung jangan banyak-banyak," khotbah si pembeli. Si pedagang diam saja.

Ketika pembeli sudah pergi si penjual sedikit ngomel. "Cuma beli setengah kilo nawar setengah mati milih tomat sambil mijit-mijit. Bisa besem semua ini...." Pedagang di sebelahnya yang mendengar ada yang ngakak dan ada yang tersenyum.

Itulah suasana sebenarnya di pasar tradisional, pembeli selalu menawar harga sekali pun para pedagang sudah memberi harga pas. Di lapak kecil bisa mendapat untung seribu rupiah per kilo dari harga kulakan adalah luar biasa. Apalagi bisa menjual satu jenis sayuran sejumlah 10 kg. Semakin luar biasa.

Maka, mereka biasanya kulakan satu jenis sayur tak pernah lebih dari 5 kg untuk menghindari kerugian yang besar jika tidak laku.

Menyusutnya berat karena layu atau besem (sedikit penyet) serta nilai jual yang menurun adalah resiko pedagang kecil yang tak bisa melakukan retur (pengembalian barang) karena tidak laku.

Maka benarlah kampanye kementerian pertanian di IG agar kita tidak menawar harga jika membeli di pasar tradisional.

Buah matang hati senang. Dokpri
Buah matang hati senang. Dokpri
Senyum pun terkembang. Dokpri
Senyum pun terkembang. Dokpri
Kala panen tomat.

Dalam dua bulan ini harga tomat naik amat tajam, bukan karena permintaan yang meningkat tetapi gagal panen (sebenarnya gagal tumbuh).

Cuaca yang tak menentu di mana langit mendung tapi tak hujan, atau tiba-tiba hujan deras disertai angin sepanjang hari sehingga tanaman tomat menjadi mudah busuk. Jangankan berbuah segar, bunga bisa bertahan menjadi bakal buah saja sudah bagus. Kala sudah menjadi buah kecil atau sedikit besar bisa rontok karena cuaca.

Kali ini penulis sebagai pengepul kecil mengajak sedikit merenung tentang nasib petani dan menghitung secara sederhana kala harga tomat.

Menghitungnya bukan berdasarkan luas tanah per hektar tetapi per pohon sesuai dengan kepemilikan luas tanah petani kita yang jarang memiliki tanah lebih dari 0,5 hektar.

Jika cuaca baik dan perawatan bagus saat musim panen per pohon bisa menghasilkan sekitar 4-5 kg dengan harga rerata Rp 2.000 per kg artinya setiap pohon bisa menghasilkan Rp 10.000,- Jika mempunyai 1.000 pohon maka bisa menghasilkan Rp 10.000.000,- Biaya produksi mulai tenaga mengolah tanah, pemupukan, dan pembasmi hama sekitar Rp 1.000.000,- Maka keuntungan petani sekitar Rp 9.000.000,-

Bagi pengepul, setelah tomat dikelompokkan dalam dua kategori B ( 6cm) dan C (8cm) rerata keuntungan per kg  Rp 500,- maka seribu pohon akan didapat 1.000 X Rp 500,- jadi Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah).

Tapi harus diperhatikan bahwa 1000 pohon atau 6 ton tomat ini tidak sekali petik. Pemetikan antara 5-6 hari maka diperlukan beaya transportasi sekitar  6 X 350,000 = Rp 2.100.000,- (dua juta seratus ribu).

Maka hasilnya, kulakan -transportasi = keuntungan -> 5.000.000 --2.100.000 = 2.900.000 (dua juta sembilan ratus ribu) Jadi rerata pendapatan perhari sekitar Rp 490.000,-

Di tingkat pedagang kecil langsung dari pengepul per kg dibeli seharga Rp 3.000 dan dijual per kg seharga Rp 3.500,- maka keuntungannya hanya rerata 500 rupiah saja seperti pengepul.

Jika mereka bisa menjual per hari 5 kg maka keuntungan yang didapat Rp 2.500,- Harus diingat pedagang kecil bukan hanya menjual satu jenis sayuran saja.

Namun perhatikan juga nilai susut tetap berlaku, terutama pada jenis sayuran termasuk buah untuk sayur. Entah karena besem atau penyet bahkan busuk sehingga harga turun drastis. Masih tega menawar pedagang kecil?

Pengepul pun riang. Dokpri
Pengepul pun riang. Dokpri
Semua girang. Dokpri
Semua girang. Dokpri
Gagal tumbuh dan panen.

Jika cuaca baik maka panen juga baik. Tapi harga bisa turun karena persediaan melimpah sedang tomat tak bisa ditimbun atau disimpan lebih dari seminggu.

Jika cuaca seperti saat ini maka satu pohon bisa menghasilkan 1 kg saja adalah luar biasa. Paling banyak tiap pohon bisa menghasilkan 0,3 kg. Kecuali jika ditanam di greenhouse.

Sekarang ini harga tomat per kg sekitar Rp 6.000,- di tingkat petani, tetapi hasilnya  300 kg X 6.000 = Rp 1.800.000 dan dikurangi beaya produksi Rp 1.000.000 maka keuntungan hanya Rp 800.000 (delapan ratus ribu) Itu pun kalau tomat laku, sebab di musim seperti ini bentuk dan warna tomat sama sekali tidak menarik bagi pengepul untuk membelinya.

Sekali pun harga di tingkat pedagang kecil sekitar  Rp 10.000-Rp 13.000. Bukan berarti tengkulak dan pengijon atau pedagang kecil, pengepul, dan petani yang mempermainkan harga. Tetapi lebih disebabkan gagal tumbuh dan gagal panen, sehingga persediaan kurang sedang permintaan tetap ada. 

Di sinilah tantangan bagi anak muda menjadi petani milenial yang kreatif untuk mengembangkan pertanian kita dan menjaga kestabilan harga agar tidak flukatif yang membuat bingung petani tradisional.

Hujan mendera justru menghancurkan tanaman tomat. Dokpri
Hujan mendera justru menghancurkan tanaman tomat. Dokpri
Perpohon hanya 0,3 kg. Dokpri
Perpohon hanya 0,3 kg. Dokpri
Sediiiih Dokpri
Sediiiih Dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun