Biasanya, seseorang mempunyai hewan kesayangan jumlahnya antara 2 atau 3 jenis saja dan yang paling banyak satu jenis. Misalnya hanya memelihara kucing, anjing, ular, burung, atau ayam hutan. Alasannya pun macam-macam.
Sebagai pecinta alam, hewan kesayangan saya lebih dari 6 jenis dan beraneka macam dan uniknya hewan-hewan ini jarang dipelihara orang lain, kecuali ayam kate, kodok, jangkrik dan ikan hias. Empat jenis ini saya pelihara di rumah. Ikan dipelihara di kolam seukuran 1-2m dengan air mancur seperti mata air tepi sungai.Â
Sedang ayam kate selain lucu, kokoknya sebagai tanda hari telah pagi dan tanda ada bahaya seperti ada ular atau kucing masuk liar masuk halaman. Kolam dengan air mancur, ayam kate, dan ikan menjadi daya tarik para kakek dan cucunya untuk datang dan melihat serta bermain, walau pemiliknya belum punya cucu. Sedang nyanyian kodok dan jangkrik menjadi hiburan sendiri kala malam hari.
Ayam kate saya beli sepasang harganya hanya seratus ribu, ikan hias (emas dan tombro) beli anakan selusin cuma dua puluh lima ribu dan kini sudah sebesar telapak tangan. Sedang kodok dan jangkrik mencari di sawah dan kebun.
Hewan kesayangan lainnya lebih dari dua puluh, bukan dipelihara di rumah tetapi kami biarkan bebas liar di sekitar sawah dan kebun. Di antaranya kinjeng, capung, kupu, belalang, tonggeret, reknong, kodok, tokek, dan aneka burung seperti kutilang, podang, prenjak, pipit, ayam hutan, dan ayam kate.
Seperti saya sebut di atas ayam kate sengaja saya pelihara untuk membantu menjaga lingkungan. Jika ayam kate gelisah dengan kepala mendongak dan berbunyi kruk...kruk...kruk...kruk.... sudah pasti ada ular, pemangsa, atau monyet datang untuk memetik hasil kebun. Ini sebagai pertanda bahwa kami harus hati-hati.
Kehadiran ulat sekali pun menggelikan  tetapi juga jadi santapan burung dan kupu-kupu menjadi penyegar mata saat istirahat.
Aneka jenis burung lebih banyak berguna sebagai predator atau pemangsa alami bagi ulat yang jika berlebihan akan menjadi hama yang merusak hasil panen. Selain itu nyanyian burung bisa menjadi hiburan tersendiri apalagi jika beriringan dengan desahan angin gunung yang menggoyang pucuk-pucuk pohon dan deritan bambu serta gemerciknya air sungai.
Hewan kesayangan (bukan hewan peliharaan) penulis yang berikut ini tentu tak pernah dipelihara siapa pun. Yakni aneka jenis serangga, seperti kinjeng, aneka belalang, tonggeret dan reknong. Adanya hewan ini sebagai tanda alami bahwa kita harus segera mengakhiri pekerjaan di ladang, kebun, atau sawah. Sebab hewan ini akan berbunyi dengan menggesekan sayapnya saat menjelang sore atau  saat kabut turun dan hari menjadi gelap atau akan gerimis atau hujan. Ini adalah pertanda alami. Budaya Jawa menyebut 'ilmu titen'
Rusaknya alam akibat pemakaian pestisida dan pupuk kimia serta beralihnya fungsi lahan membuat salah satu mata rantai makanan hilang musnah sehingga keseimbangan ekosistem terputus sehingga tanda-tanda alamiah menjadi tidak terbaca lagi.
Maka marilah kita menyayangi binatang dengan tidak harus memelihara dalam sangkar tetapi tetap memberi kebebasan hewan liar hidup di alamnya untuk menemani kita menjaga alam dan lingkungan tetap hijau lestari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H