Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Ngenthit" Itu Korupsi, Saya Juga Koruptor

11 Desember 2019   17:03 Diperbarui: 12 Desember 2019   15:11 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mencari bulir padi yang tersisa di saat panen belum usai. Dokpri

Pedagang langganan ibu ini memang luwes, mengetahui keranjang belanjaan ibu cukup berat menawarkan diri agar keranjangnya dan saya dititipkan di situ supaya ibu dapat belanja dengan enteng. Sambil menunggu ibu, seorang mantri pasar (petugas yang menarik pajak pedagang) memberikan karcis seharga 5 rupiah tetapi menarik pajak sebesar 7,5 rupiah. 

Pedagang tersebut (kali ini) menolak, lalu sang mantri pasar menambah sebuah karcis seharga 5 rupiah jadi harus membayar 10 rupiah. Nah, daripada membayar 10 rupiah lalu pedagang itu membayar 7,5 rupiah tetapi dengan sebuah karcis seharga 5 rupiah.

Ternyata pedagang tradisional pun suka ngenthit dan menyuap, atau jadi koruptor dan penyuap. Aku pun belajar dan diajari jadi koruptor atau ngenthiter dan penerima suap. Demikian juga mantri pasar jadi koruptor.

Itu dulu. Lima puluh tahun lalu. Sekarang? Tak ada! Ya...tak ada bedanya!

Apakah korupsi itu (sekarang) menjadi budaya kita? Kenyataan dari waktu ke waktu, KPK masih saja sering OTT dan revolusi mental yang dicanangkan Presiden Jokowi belum sepenuhnya mengubah perilaku aparat, pejabat, dan masyarakat. Terbongkarnya penyelundupan moge dan sepeda mahal adalah bukti nyata bahwa korupsi menjadi bagian dari budaya kita.

Bagaimana dengan karangan bunga yang disampaikan oleh para karyawan maskapai Garuda Indonesia sebagai tanda dukungan kepada Menteri BUMN dan Menteri Keuangan Sri Mulyani atau sebuah penyelamatan diri atau mimikri untuk mencari aman? Mengapa tidak bersuara sebelumnya? Takut? Entahlah.....

Bicara masalah korupsi di negeri kita, sepertinya tak ada habisnya. Gambaran kita pun selalu mengarah pada aparat & pejabat pemerintahan serta para politikus pengambil kebijakan dan pengusaha yang berusaha mendapat kebijakan secara khusus untuk mendapat kemudahan dalam mengembangkan bisnisnya. 

Padahal perngethitan atau korupsi betul-betul telah merasuk dalam tubuh setiap lapisan masyarakat. Seperti contoh pengalaman saya tahun 67an di atas.

Bagaimana dengan profesi lainnya, seperti: petani, tukang parkir, guru, atau lainnya? Bukan maksud saya menolak telunjuk lurus tapi tiga jari terkait dan ibu jari menunjuk ke atas sebagai saksi. Namun pengalaman yang pernah saya posted menunjukkan kegundahan dalam menghadapi romantika kehidupan yang korup.

Ada yang ngenthit. Dokpri
Ada yang ngenthit. Dokpri
Mencari bulir padi yang tersisa di saat panen belum usai. Dokpri
Mencari bulir padi yang tersisa di saat panen belum usai. Dokpri
Petani juga ngenthit atau korupsi!
Setiap kali menjelang panen, selalu ada saja kelompok buruh tani yang menawarkan diri untuk menjadi tenaga pemetik dengan ongkos yang sedikit lebih murah dengan catatan batang padi menjadi miliknya untuk dijadikan pupuk atau bahan pakan. 

Tapi tahukah pembaca kecurangan mereka dengan tidak membersihkan padi dari batangnya sehingga masih cukup banyak padi tersisa yang akan diambil (Jawa: digeblok) di rumahnya sendiri?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun