Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Padang Rumput Bromo, Manusia, Kehidupan, dan Kebakaran

21 Oktober 2019   11:21 Diperbarui: 21 Oktober 2019   17:15 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pepatah Jawa mengatakan 'ora obah ora mamah' artinya tidak bergerak (bekerja) tidak makan. Tanah yang subur sekali pun jika tidak diolah dengan cara bekerja keras tetap saja tidak akan memberi kehidupan bagi yang menempatinya. Demikian juga tanah di pegunungan wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang gemah ripah. 

Demikian suburnya, sehingga para pemilik lahan tidak menyisakan sejengkal pun untuk ditanami rerumputan sebagai pakan ternak mereka, selain di tepi pematang atau pinggir jalan setapak yang tentunya kurang mencukupi untuk pakan.

Untuk mencukupi kebutuhan rerumputan sebagai pakan ternak, mereka mencari di kaldera sebelah selatan,barat daya dan barat yang subur dengan rerumputan. Sebelah barat laut hingga timur laut merupakan lautan pasir dengan sedikit rerumputan atau ilalang namun angin selatan selalu membawa asap kawah Gunung Bromo yang mengandung belerang ke arah tersebut sehingga tidak layak untuk pakan ternak.

Mencari rumput di wilayah tersebut bukanlah hal yang mudah bahkan merupakan sebuah perjuangan yang luar biasa. Masyarakat di wilayah Ngadisari, Cemoro Lawang dan sekitarnya yang berada di Probolinggo harus menempuh jarak kurang lebih 11 km. 

Dari Ranu Pani, Lumajang harus di tempuh sekitar 13 km. Dari Desa Ngadas wilayah Malang hanya sekitar 8 km saja. Semuanya dengan medan naik turun dengan kemiringan terjal sekitar 35 derajat.

Pencari rumput yang terjebak lumpur pasir sedang ditolong Kompasianer Mas RAhab Ganendra. Dokpr
Pencari rumput yang terjebak lumpur pasir sedang ditolong Kompasianer Mas RAhab Ganendra. Dokpr

Pencari rumput yang motornya mogok sedang diajak bicara dengan Mas Rahab Ganendra. Dokpri
Pencari rumput yang motornya mogok sedang diajak bicara dengan Mas Rahab Ganendra. Dokpri

Pencari rumput dari Ngadisari, Probolinggo. Dokumen pribadi
Pencari rumput dari Ngadisari, Probolinggo. Dokumen pribadi

Kaum muda dan paruh baya mencari rumput dengan naik kendaraan roda dua, tetapi kaum paruh baya juga banyak yang menggunakan pikulan dengan alasan sekali angkut bisa dua keranjang besar . Sedang kaum tua lebih banyak menggunakan kuda.  

Tantangan terberat bagi mereka yang berasal dari Ngadisari dan Cemoro Lawang dan sekitarnya lebih berat karena harus melintasi lautan pasir sejauh lebih kurang 7 km. Teriknya mentari dan hembusan angin gunung yang dingin bisa membakar kulit. 

Maka tak heran jika wajah orang Tengger pipinya kadang ranum kemerahan seperti buah apel ana yang akan matang. Bagi yang menggunakan sepeda motor bukan berarti tanpa tantangan yang mempertaruhkan nyawa. 

Ban bocor, mesin mogok, rantai putus karena kurang perawatan, kehabisan BBM karena ketelodoran, terjatuh karena pasir lembut terurai saat musim kemarau, atau terjebak dalam dalam kubangan pasir lembut yang menjadi bubur di kala musim hujan adalah hal kadang terjadi. 

Bertemu dengan sesama warga setempat yang saling peduli dan membantu sungguh meringankan. Jika bertemu dengan wisatawan tentu hanya menjadi sebuah momen langka yang patut diabadikan walau tak semua demikian.

Hal yang paling menakutkan di kala musim hujan adalah sambaran petir melalui sabit yang ditaruh di sela keranjang berisi rerumputan hasil sabitan. Maka perhitungan berdasarkan 'ilmu titen' arah angin dan turunnya kabut kala pagi selalu menjadi pertanda untuk mencari rumput atau tidak.

Kala musim hujan bagi pencari rumput dari Ranu Pani dan Ngadas memang tak terlalu berat, karena mereka bisa menyisir tepi hutan lebat yang masih membentang luas di sekitarnya.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

Siapa pembakarnya? Dokumen pribadi
Siapa pembakarnya? Dokumen pribadi

Pada musim kemarau, bagi pencari rumput dari Ngadisari, Cemoro Lawang dan sekitarnya jarak yang ditempuh semakin jauh ke barat di daerah Jemplang yang merupakan wilayah Ngadas, Malang. Daerah ini merupakan tebing dan lembah yang curam yang subur dengan hutan pinus dan akasia serta ilalang. 

Sebaliknya bagi masyarakat Ranu Pani dan Ngadas jarak tempuh semakin pendek atau berkurang sekitar 3 sampai 5 km. Tetapi lembah yang curam dan tebing yang tinggi tentu lebih banyak menguras tenaga dan harus lebih hati-hati. Lengah sedikit dan terpeleset adalah petaka yang sulit dielakkan.

Keringnya rerumputan di kaldera dan tebing-tebing yang menyebabkan mudah terbakar hampir setiap tahun di musim kemarau, sempat menyeruak dari petinggi di kementerian pada 2008 bahwa warga setempat sengaja membakar lahan rerumputan untuk segera menumbuhkan rumput yang telah terbakar permukaannya. 

Agak sulit membantah pernyataan ini tetapi sulit juga membuktikan siapa sebenarnya pelaku pembakaran tersebut. Pengalaman penulis pada Rabu, 16 Oktober 2019 hingga jam 12.15 siang yang berada di tengah kaldera tak melihat seorang pencari rumput dan wisatawan pun ternyata pada jam 15.15 padang rumput sudah mulai terbakar.

Padang rumput memang salah satu bagian dari kehidupan masyarakat Suku Tengger yang tak terlepaskan. Kala lahan kering dengan sedikit air dan tak mungkin diolah maka sebagian dari mereka mencari rumput untuk pakan ternak mereka sendiri atau dijual dengan harga 35-50 perkeranjang. Sebuah perjuangan hidup.   

Tunas baru tumbuh di dinding tebing setelah lima hari kebakaran. Dokpri
Tunas baru tumbuh di dinding tebing setelah lima hari kebakaran. Dokpri

Benarkah demi tumbuhnya tunas baru? Dokpri
Benarkah demi tumbuhnya tunas baru? Dokpri

Cari yang dekat saja. Dokpri
Cari yang dekat saja. Dokpri

Enteng. Dokumen pribadi.
Enteng. Dokumen pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun