Perjuangan tanpa lelah selama kurang lebih tiga jam di tengah dinginnya angin gunung senja hari, jam 18.20 api yang ada di kaldera mulai padam. Hanya dua atau empat titik di dinding tebing masih menyala namun sudah terisolasi dengan bebatuan cadas tanpa tanaman sehingga kemungkinan kecil akan menjalar ke bawah.Â
Kecuali masih ada onggokan rumput yang terbakar lalu terbawa angin menuju ke hutan di lereng Gunung Semeru atau ke arah utara menuju Gunung Kursi dan Widodaren yang kering pula rerumputannya.
Jam 18.30 kami berkumpul untuk berdoa mengucap syukur dengan dipimpin oleh Pak Subur dan Pak Tatak selaku wakil dari Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Jam 19.00 saya meninggalkan kaldera bersama delapan orang dari Desa Ngadas setelah berjalan mencari sepeda motor kami masing-masing yang tersembunyi di balik rerumputan di tengah gelapnya  malam. Sialnya, sepeda motorku terguling sehingga sulit ditemukan sehingga ditinggal teman-teman selain berdua dengan Gusti Allah yang terus mendampingi menembus jalan setapak berpasir sejauh 8 km di tengah gelapnya malam hanya dengan penerangan bintang gemintang. Bulan masih belum muncul karena sudah hari ke 18 penanggalan  putaran bulan. Jatuh bangun dan tersesat di hamparan Padang rumput selama kurang lebih 40 menit akhirnya tiba di Pos Pantau Jemplang jam 19.35 untuk sekedar selonjorkan kaki.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H