Tersenyum juga kala membaca tulisan-tulisan di bak truk, pintu mobil, spanduk-spanduk di pinggir jalan yang kini mulai marak serta di media sosial dan yang terakhir di kertas karton yang dibawa kaum demosntran. Tersenyum karena pesan-pesan ditulis dengan kalimat-kalimat lucu dengan sajak yang pas. Tersenyum melihat dan membaca orang yang ragu, malu, dan mungkin takut bicara sehingga curhat lewat tembok dan spanduk. Syukurlah senyumku dan yang membaca tidak menambah hutang.
Banyak alasan mengapa mereka menulis di bak mobil, pintu dan badan mobil, spanduk, dan media sosial. Ada yang sekedar guyonan tetapi guyon pari kena yang artinya sebuah sindiran pada siapa pun yang merasa.Â
Ada juga yang mengungkapkan isi hati akan kegalauan dirinya dan ungkapan kejengkelan atas lingkungan yang dilihatnya. Serta menyampaikan sebuah pesan atau larangan tidak melakukan sesuatu yang melanggar etika dan estetika.
Bukankah sekarang jaman keterbukaan di mana setiap orang atau komunitas bisa mengungkapkan isi hati dengan membicarakan secara langsung dan bertatap muka bagaimana baiknya daripada menyentil?Â
Rupanya integritas pribadi kadang masih belum mumpuni sehingga tidak berani bicara secara langsung dan lebih senang nyemoni atau menyindir dan ngrasani atau membicarakan seseorang kala tak ada yang orang yang dibicarakan.Â
Sebagai contoh di sebuah blok perumahan ada spanduk berbunyi "Bangun Garasi Sebelum Beli Mobil" Di blok tersebut memang ada beberapa mobil yang diparkir di luar halaman rumah atau di tepi jalan blok yang tidak terlalu luas sehingga mengganggu kelancaran lalu lintas.Â
Pemasang spanduk tentunya warga atau pengurus blok tersebut yang ditujukan untuk warga penghuni blok tersebut bukan tamu. Sebab tamu tak mungkin parkir di garasi pemilik rumah.
Ada juga pesan-pesan yang tak mungkin disampaikan secara langsung karena menyangkut kepentingan umum di tempat terbuka. Tetapi kesadaran masyarakat akan keindahan lingkungan dan keselamatan bersama masih belum sepenuhnya berjalan.Â
Sehingga harus ditulis di tempat yang mudah dibaca oleh semua orang. Masalahnya semua orang bisa membaca namun tak banyak yang memahami sehingga melanggar semaunya. Sikap semau gue.
Bagaimana jika pesan di spanduk tersebut berbau provokatif? Ini sungguh amat disayangkan karena akan menimbulkan jarak antara pro dan kontra.
Di sinilah kita digugah untuk bicara secara terbuka antar muka dan tak perlu merasa pekewuh. Â Kita sudah tidak lagi dibungkam.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H