Ingin hidup gembira dan awet muda salah satunya adalah menyalurkan hobi atau kesukaan akan bidang tertentu asal jangan lupa waktu dan keluarga. Semisal jalan-jalan, makan, melukis, menulis, dan fotografi serta masih banyak lagi.Â
Nah, penulis yang memasuki usia senja namun gak mau disebut lansia bahkan ada yang bilang, penulis termasuk anggota GMT alias Gerakan Menolak Tua. Ya terserahlah... yang jelas, tua tak bisa dihindari tapi jangan sampai faktor U menjadi penghalang untuk tetap bersemangat untuk menjalani kehidupan dan menyalurkan hobi.
Nah, salah satu hobi penulis adalah jeprat-jepret kamera dengan sasaran utama wajah-wajah manusia yang menggambarkan kehidupan yang sedang dijalaninya.
Bahasa kerennya portrait dan human interest photography. Dulu sih sempat masuk ke makro dan landscape, berhubung kamera sudah jadul dan mau beli kok mahal banget, sekarang lebih banyak menggunakan kamera saku dan gawai.Â
Apalagi didukung dengan lensa panjang yang mumpuni sehingga bisa untuk mengambil dari jarak jauh dengan posisi candid yang tak terdeteksi oleh subyek terutama insan yang akan dijepret.
Pencahayaan masih tergantung pada posisi pengambilan alias sudut yang tepat sebagai senjata utama. Sehingga pengaburan gambar latar atau belakang obyek masih sulit dilakukan selain dengan bantuan aplikasi. Tetapi tentu saja mengurangi nilai kepuasan diri sekali pun bisa menambah nilai artistik hasil jepretan.Â
Selama ini, penulis hanya menggunakan aplikasi untuk pemotongan (cropping) dan mengubah dari foto warna menjadi hitam putih untuk menambah kesan hidup dan artistik. Jika untuk ilustrasi dan gambar pendukung akan menggunakan watermark dan pengubahan ukuran sesuai dengan ketentuan.
Menggunakan gawai lebih sulit lagi, mungkin karena gawai yang penulis gunakan hanya gawai kelas ekonomi yang harganya tak lebih dari dua setengah juta. Namun harga gawai bukanlah ukuran untuk menghasilkan sebuah karya foto yang artistik terutama memberi kepuasan diri.Â
The man behind the gun. Ini yang selalu penulis gunakan untuk menjepret subyek yang menarik. Kenalilah senjatamu sebelum membidik. Itu penulis tekankan pada pasangan hidup dan ketiga yunior kami sebelum mencari sasaran dengan DSLR dan kamera saku maupun gawai.Â
Perhatikan sudut pengambilan dan waktu yang pas supaya subyek terbidik dengan tepat tanpa merasa terganggu. Â Tetapi untuk potret tentu saja bukan hal yang mudah jika menggunakan gawai.Â
Sebab paling tidak harus berhadapan langsung dengan subyek secara dekat yang belum tentu mau dibidik. Dan tentu saja kita harus menghargai keputusannya.
Jangan coba-coba memaksa yang akan menyebabkan tersinggung dan didamprat atau dilaporkan dan dijerat UU ITE! Kecuali dengan ketrampilan dan kejelian bisa membidik subyek tanpa disadari oleh terbidik.
Senyum simpul dengan tatapan seperti merpati akan meluluhkan daripada tatapan elang yang tajam ditambah ocehan gagak parau yang menakutkan membuat ngeri dan takut. Jika sudah mau tunjukkan hasilnya. Pasti akan senang.
Kali ini, penulis menunjukkan beberapa hasil bidikan dengan menggunakan kamera saku dan gawai yang mengaku sebagai telpon kamera. Seperti biasa subyeknya adalah orang-orang desa  terutama Suku Tengger dengan segala aktifitas.
Silakan mencoba.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI