Dengan mengenakan pakaian serba baru, perhiasan emas, serta makanan serba enak mereka berkumpul dalam suasana guyub rukun. Inilah puncak Hari Raya Karo Suku Tengger di mana pun.
Untunglah mendung membantu kami menutupi mentari yang rela tak menunjukkan diri agar kami tak meradang kepanasan sekalipun harus bersila di tengah kuburan lebih dari tiga jam yang menyebabkan kantuk apalagi debu-debu kemarau tak malu menggoda kami.Â
Beberapa ibu, bapak, kakek, dan nenek pun harus tetap tersenyum menghibur anak dan cucu yang mulai bosan dan kegerahan. Namun semua terbayar lunas saat makan bersama di pemakaman dalam suasana keceriaan.
Sebuah gambaran kebahagiaan keluarga kecil dari keluarga petani yang hidup dan mencari nafkah di lereng-lereng  perbukitan Gunung Bromo dan Semeru yang gemah Ripah loh jinawi sekali pun di musim kemarau yang kering.Â
Bahagia bukan hanya karena panen yang bagus dan melimpah tetapi juga bahagia karena kerukunan dalam keluarga sebagai inti dalam kehidupan masyarakat yang damai dan sejahtera. Seperti kala awal Ajisaka memasuki tanah Jawa untuk membangun Nusantara.
Hong mandara ulun basuki langgeng.. (Semoga kita semua selalu bahagia sejahtera)
Langgeng basuki... (Bahagia selalu...)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H