Bisa menulis fiksi (prosa dan puisi) dengan baik dan menjadi penulis yang baik dan hebat itu bagaimana sih? Itulah inti pertanyaan yang dilontarkan beberapa peserta acara Fiksi Fiesta  yang diadakan oleh Perpustakaan Umum kepada nara sumber utama Lilik F.A dan Anis Hidayatie dari Komalku Raya.
Pertanyaan yang tampaknya biasa saja, namun jika yang bertanya adalah siswa-siswi tingkat SMP dan SMA atau MI dan MA yang bercita-cita menjadi seorang sastrawan atau setidaknya sebuah penulis cerita pendek dan novel adalah sesuatu yang perlu mendapat perhatian sebagai wujud dukungan dari mereka yang mempunyai pengalaman.
Pertanyaan semacam ini juga dilontarkan oleh guru-guru mereka yang ternyata bukan sekedar bertanya tetapi lebih mengarah pada sebuah diskusi bagaimana menulis cerpen dan puisi. Karena para guru pegiat literasi juga jago menulis bahkan juga ada yang merangkap sebagai wartawan di portal online serta ada yang memenangkan lomba menulis yang diadakan sebuah penerbitan dan yayasan pendidikan.
Tanya jawab yang berlangsung gayeng (menarik dan penuh kekeluargaan) karena kehandalan sang pembawa acara yang juga seorang Kompasianer muda (saya lupa namanya) dalam berkomunikasi  dengan dua nara sumber yang ada di panggung utama dan para peserta yang duduk di kursi.
Penampilan kalem Lilik F.A kayak Sembadra dalam berbicara menjelaskan pemilihan tema diksi yang tepat, kalimat atau paragraf pembuka yang menarik, penutup yang tajam dan tidak membosankan  juga dalam menjawab pertanyaan para peserta sangat mempesona para siswa. Apalagi kala para peserta ditantang membaca puisi karya Lilik F.A yang telah diposting di Kompasiana, langsung disambut dengan penuh semangat. Beberapa peserta pun langsung beraksi tanpa ragu. Hadiah sebuah buku pun diterima mereka.
Hal yang sangat mengejutkan adalah penampilan nara sumber kedua, yakni Anis Hidayatie yang begitu enerjik. Si mungil yang kelihatan biasa saja ini ternyata kayak Srikandi yang gesit. Bahkan saat menjelaskan di panggung bagaikan artis yang blockingnya demikian mantap. Cara pegang mike dan suaranya bagaikan penyanyi rock yang menggugah memberi semangat para peserta.Â
Beberapa guru yang belum mengenalnya bertanya pada saya tentang 'siapa dan apakah dia' hanya saya jawab dengan gelengan kepala. Saya sendiri baru dua kali bertemu, yang pertama pun saya tidak mengenalkan diri. Malu. Tapi sering saling sapa dan tukar pikiran lewat gawai.
Selain itu keduanya sama-sama mengajak untuk suka membaca, sebab dengan membaca pengetahuan akan semakin bertambah dan mempunyai perbendaharaan akan gaya bahasa dan tema-tema berbeda setiap penulis.Â
Be your self. Jadilah dirimu sendiri. Ini juga ditekankan nara sumber. Membaca sajak-sajak Chairil Anwar bukan berarti harus seperti dia. Membaca puisi Djoko Pinoerbo bukan berarti harus bisa seperti dia. Membaca cerpen Seno Gumirah A.D tak harus bisa seperti dia.
Syukurlah para peserta ternyata juga gemar membaca, terbukti saat jedah banyak yang membeli buku. Inilah bukti bahwa kegiatan literasi bukan hanya menjadi tanggungjawab sekolah dengan menyediakan perpustakaan dan pengadaan buku yang menarik dan bermutu. Tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah lewat perpustakaan umum dan segala kegiatan yang mendukungnya.
Hal yang mengejutkan, dua nara sumber ini juga mengenalkan Kompasiana sebagai blog keroyokan yang berisi penulis-penulis handal yang kebetulan para fiksianernya juga menulis di plukme.com.
Info yang menarik menjadi daya tarik peserta untuk menjadi kompasianer. Beberapa peserta pun langsung menemui penulis bagaimana cara mengirim di Kompasiana.com. Hal ini karena dua nara sumber dari atas panggung mengenalkan penulis kepada para peserta. Juga meminta penulis untuk berbagi pengalaman dalam menulis.Â
Permintaan mendadak yang tak terduga membuat saya agak grogi karena penampilan sedikit acak-acakan setelah perjalanan dari Bromo dan mengingkari janji pertemuan dengan seorang K'ner dari Bolang.
Seperti lagu-lagu perjuangan yang membangun optimisme dalam perjuangan kemerdekaan bukan hanya lagu-lagu mendayu yang mengungkapkan kesedihan belaka seperti lagu Ibu Pertiwi.Â
Bukan berarti lagu ini tidak bagus, sebab lagu ini juga menggugah semangat untuk tetap menjaga kesejahteraan dan kedamaian negeri kita. Selain itu, penulis juga menguatkan pendapat Lilik F.A agar dalam pemilihan diksi tak perlu kata-kata yang berlebihan atau lebay dalam bahasa Jawa disebut "ke-ndakik'en" yang justru membuat pembaca menjadi bosan.
Hal yang belum terpecahkan dalam talkshow kali ini adalah pertanyaan dari seorang guru yang kebetulan pegiat literasi dan penulis cerpen bagaimana cara menulis puisi dalam bahasa Inggris.Â
Hanya sedikit paparan yang bisa diberikan oleh Anis Hidayatie yang juga mahir bahasa Inggris. Termasuk penulis yang hanya bisa memberi masukan bahwa menulis puisi dalam bahasa Inggris kita harus memahami bahasa budaya Inggris, sedang bahasa Inggris yang kita terima saat ini adalah Inggris Amerika bukan British.
Seorang penulis muda berbakat yang bekerja di sebuah dinas yang menangani masalah sosial (tapi bukan dinas sosial) juga menanyakan bagaimana cara seorang pemerhati masalah sosial bisa mengungkapkan dengan sebuah tulisan yang menarik dalam bentuk cerpen.Â
Pertanyaan inilah yang memancing Anis Hidayatie meminta saya maju ke panggung untuk menjawab. Secara teknis memang tak bisa dijelaskan di atas panggung, tetapi kejadian sehari-hari bisa menjadi ide sebuah penulisan cerpen yang menarik bukan sekedar imajinasi sekali pun itu bukan sesuatu yang salah. Karya Chairil Anwar dan Pramudya Ananta Toer adalah contoh monumental. Atau cerpen Langit Makin Mendung yang bikin heboh pertengahan tahun 60an.
Acara yang bertajuk Fiksi Fiesta yang diadakan Komunitas Penulis Buku Malang Raya (Komalku Raya)Â gagasan Anis Hidayatie bekerja sama dengan Perpustakaan Umum dan Arsip Kota Malang diawali dengan talkshow para penulis muda tingkat MI dan MA pada jam 13.30 hingga 14.30. Â Sedang talkshow dengan nara sumber Lilik F.A dan Anis Hidayatie berlangsung dua jam, pada 15.00-17.00
Selain itu juga ada pameran buku-buku kuna koleksi pribadi seorang guru sosial budaya di sebuah SMA Negeri Malang juga pameran dan penjualan novel-novel serta karya sastra lainnya dengan harga murah.
Sebuah kegiatan yang menarik dan bermanfaat untuk mendorong bagi kaum muda dan siapa pun yang tertarik di bidang literasi. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H