"Arep nemoni Marni ta...?" ( Mau menemui Marni kah...? ) tanya Emaknya melihat ia segera meninggalkan ladang.
"Senin depan Marni dilamar Supardi..." Emaknya hanya melongo nelongso merasa bersalah belum sempat membicarakan kapan akan melamar kini Marni akan dilamar Supardi.
0 0 0
"Njaluk siji Yu...daktandur ngarep omah." (Minta sebatang Yu...kutanam depan rumah). Katanya pada Marni sambil mengambil sebatang dahlia lalu berjalan di setapak menyusuri telaga di mana ia sering bermain dengan Supardi.
Sejuk semilirnya angin membawa sayub irama gending tayub dari timur desa yang ada hajatan pernikahan. Pernikahan seorang lanjaran (janda muda tanpa anak) dengan Winanto pengepul sayur yang sering memborong hasil kebunnya.
"Arep nang kutha?" tanya ayahnya yang sedang berjemur mencari kehangatan di depan rumahnya. Ia mengangguk tanpa melihat ayahnya. Ayahnya pun hanya meliriknya. Dalam hati merasa bersalah, telah menunda-nunda permintaannya untuk melamar janda muda yang kini menikah dengan Winanto.
0 0 0
Kemarau kali ini tak terlalu kering. Hutan masih tampak membiru berselimut langit tanpa awan. Seorang lelaki paruh baya memacu sepeda motornya di jalanan pinggir hutan melaju pelan ke sebuah pasar di kota. Menemui seorang janda muda berputra tiga pedagang sayur yang sering kulakan kentang padanya kala ia membawa dan menjualnya sendiri ke pedagang. Ia akan menyatakan niatnya untuk melamar.
"Wah, tumben Nak Joko lama gak ke sini...,"seru Mbah Yem penjual jamu Jawa di sebelah lapak Mbak Sri penjual sayur.
"Wis omah-omah Yu....ra oleh ucul karo bojone (sudah menikah Mbak...tidak boleh keluar rumah oleh istrinya)," sahut Bulik Mah penjual kelapa parut.
"Oh ngono ta....(Oh begitu kah...)," kata Mbah Yem sambil memberikan secangkir batok beras kencur.