Pruuaaaang..........!!! Suara piring terbanting pecah di garasi rumah seorang teman yang sedang berduka. Tak ayal para pelayat dan saya sendiri yang sudah duduk manis di sebelah sopir ambulan, sangat terkejut dan langsung menoleh ke arah sumber suara. Keluarga yang berduka tampak semakin sedih.
Hari itu Kamis Wage, menurut kepercayaan sebagian orang Jawa jika ada yang meninggal pada hari tersebut akan mengajak salah satu di antara yang hadir.Â
Untuk mencegah ajakan tersebut maka harus memecahkan piring. Kalo dulu layah grabah atau cobek yang juga digunakan sebagai ambengan atau piring.Â
Baca juga : Faktisitas Kematian, Sebuah Catatan Reflektif
Padahal untuk kepercayaan seperti ini sebenarnya hanya berlaku bagi orang yang meninggal tak wajar. Kecelakaan, misalnya.
Desa mawa cara, artinya setiap daerah punya adat sendiri. Atau memang yang membanting piring hanya tahu sepintas saja tentang mitos ini.
Aku yang ngantuk langsung buyar. Untung jenazah gak kaget. Coba kalo kaget lalu bangun pasti yang melayat pontang-panting ketakutan.
Banyak mitos dalam masyarakat tentang kematian. Seperti ketika ada kerabat atau tetangga dekat yang meninggal maka anak kecil harus diolesi telinganya dengan adonan kapur atau enjet dalam bahasa Jawa.Â
Atau yang membuat merinding, seseorang yang meninggal pada Selasa Wage makamnya harus dijaga selama 5 hari atau sepasar.Â
Baca juga : Misteri Kematian Camellia, Sengaja "Dibunuh" Saat Meraih Puncak Popularitas
Tujuan agar tak ada yang membongkar untuk mencuri kain kafannya yang akan dijadikan jimat atau sengkelit untuk menjaga diri agar tak muda ketahuan jika melakukan suatu tindakan yang melawan hukum.Â