Seperti halnya kota-kota besar di mana pun, untuk menghiasi dan menambah keindahannya di sudut-sudut tertentu selalu diberi hiasan berupa patung dan monumen. Demikian juga Kota Malang tidak termasuk wilayah kabupaten, banyak sekali hiasan patung dan monumen. Saking banyaknya, penulis pun berani memberi sebutan dengan Kota Seribu Patung. Â
Ada tujuh jenis patung dan monumen yang ada di Kota Malang, pertama monumen atau tugu yang melambangkan perjuangan masa kolonial. Kedua tugu dan patung yang dibangun atas dasar peringatan atau lambang suatu prestasi. Ketiga patung pahlawan atau pejuang. Keempat  patung kontemporer.Â
Kelima patung tokoh-tokoh super hero. Keenam adalah patung Singo Edan atau menurut bahasa prokem Malang patung Ongis Nade yang merupakan lambang Arema Indonesia, bukan Arema FC. Dan, ketujuh adalah patung seni Tari Topeng.
Mari kita lihat di mana saja patung dan monumen tersebut berada. Kita awali dari arah utara, tepatnya di perbatasan kota dan kabupaten Malang, sekitar 7 km dari titi nol Kota Malang. Dari arah Surabaya kita disambut dengan sebuah patung kontemporer yang menggambarkan sambutan Selamat Datang.Â
Patung setinggi 12 meter sekarang tidak tampak dengan jelas karena tertutup oleh pohon trembesi setinggi 12 m pula yang ditanam sekitar 5 m di depan patung tersebut. Padahal patung ini tepat berada di tengah jalur hijau.
Bentuk dan wujud Ken Dedes sungguh proposional dengan patung asli sekali pun ukurannya lebih besar 6 kali dari patung asli yang ada di Belanda. Hal yang jarang diketahui oleh warga Malang sendiri bahwa patung Ken Dedes yang menghadap ke barat merupakan gambaran sebenarnya bahwa Ken Dedes menghadap ke Desa Panawijen, sekarang Polowijen, yang merupakan tempat kelahiran dan tumbuh menjadi gadis dewasa yang cantik sebelum digondhol Akuwu Tinggul Ametung ke Tumapel yang ada sekitar 5 km dari Panawijen.
Tujuh kilometer dari perbatasan Malang kota dan kabupaten, tepatnya di pertigaan Jl. Basuki Rahmat, Jl. Majapait, dan Jl. Mgr. Sugiyo Pranoto ada patung sastrawan pejuang Chairil Anwar. Sekitar 200 m dari patung Chairil Anwar atau tepatnya di titik nol Kota Malang ada monument perjuangan yang bahan dan bentuknya seperti titik nol Jogjakarta, namun 2 tahun lalu dibongkar. Entah mengapa.
Seratus meter dari patung Panji Asmara Bangun dan Sekartaji, tepatnya di gerbang belakang atau selatan menuju balai kota  ada tiga patung ukuran 1,5 m. Di sisi kanan kiri merupakan patung Singo Edan dan yang di tengah gerbang ada patung Ken Dedes. Patung Ken Dedes di sini bentuknya sungguh aneh karena kurang proposional dan cenderung kurus.Â
Ditambah lagi Ken Dedes memakai kemben. Bukankah yang asli dan tiruannya yang ada di perbatasan kota, patung Ken Dedes kelihatan (bukan pamer) payudaranya yang melambangkan kesuburan dan bukan sesuatu yang porno!
Dari tugu atau alun-alun bunder sekitar 400 m ke arah timur, tepatnya di Jalan Kertanegara atau depan stasiun kereta api Kota Baru ada patung dua patung. Patung pertama menggambarkan para pejuang dan bangsa Indonesia yang berhasil membunuh raksasa yang merupakan gambaran kalahnya penjajah. 75 m di sebelah kiri patung ini atau di Jl. Trunojoyo ada tiga patung Singo Edan yang besar sekali. Patung ini baru berumur 3 tahun.
Sayang sekali patung yang tinggi dan gagah ini sekarang tertutup pepohonan, baliho permanen, dan kadang ada banner iklan yang menutupinya. Tampaknya patung ini sengaja dibiarkan demikian sejak dwi fungsi ABRI (sekarang TNI) ditiadakan.
Seratus meter ke arah timur, tetap di pinggir Jl. Mayjen Wiyono atau di selatan Lapangan Rampal ada empat buah patung super hero (Transformer? ) yang terbuat dari logam sisa suku cadang motor dan mobil.
Alasan patung Panglima Sudirman ditempatkan di sini karena Beliau adalah Panglima Besar TNI dan di wilayah Jl. Hamid Rusdi, Jl. Panglima Sudirman, Jl. Mayjen Wiyono dan sekitarnya merupakan komplek TNI AD (dulu orang menyebut wilayah tangsi tentara). Sempat pula ada yang mempertanyakan mengapa tidak menempatkan patung Hamid Rusdi yang merupakan pahlawan Kota Malang. Namun alasan di atas sudah cukup menjelaskan.
Monumen yang ada di tengah taman merupakan monumen dengan tiga Piala Adipura dan Adipura Kencana yang diterima Kota Malang atas prestasi kebersihan dan lingkungan hidup selama dua puluh tahun terakhir. Sebelum tahun 2000 yang terpasang di sini adalah patung pahlawan pejuang Kota Malang, yakni Hamid Rusdi.
Di kiri dari arah timur monumen Adipura ada patung kontemporer Bima Suci yang terbuat dari logam bekas suku cadang motor dan mobil. Sedang di sebelah kanan ada patung kontemporer Gatotkaca, putra Bima atau Wrekudoro.
Berjalan hanya 100 m ke arah barat tepatnya di perempatan Jl. Semeru dan Jl. Bromo monumen yang merupakan lambang PKK atau Keluarga Bahagia.
Hanya 600 m ke  arah barat dari sini, tepatnya di pertigaan Jl. Semeru dan Jl. Besar Ijen tepatnya di depan Museum Brawijaya dan Perpustakaan Umum Kota Malang ada Monumen Melati yang merupakan lambang Akademi Militer sebelum dilebur jadi satu dengan AKABRI saat itu.
400m ke arah utara, atau di simpang lima Jl. Besar Ijen, Jl. Ijen, Jl. Guntur, Jl. Buring dan Jl. Pahlawan TRIP terdapat patung Pahlawan TRIP yang menghadap ke timur atau ke Gereja Katedral Santa Maria Gunung Karmel. Di sinilah pada tahun 1947 terjadi perlawanan Tentara Republik Indonesia Pelajar yang mengakibatkan gugurnya 35 pejuang yang masih muda bahkan remaja. Makam para pejuang ini berada 75m di sisi kiri belakang patung TRIP.
Tetap di sekitar Jl. Besar Ijen, kurang lebih 750 meter ke arah barat dari Monumen Melati dan patung Pahlawan TRIP, yakni di Jl. Dempo ada patung Singo Edan atau Ongis Nade. Patung ini juga tergolong baru. Usianya belum genap enam tahun.
Dari patung-patung yang ada di Malang, paling banyak adalah patung Singo Edan. Jumlahnya ratusan karena hampir setiap kelurahan paling tidak ada lima patung Singo Edan dengan berbagai ukuran yang dibangun secara swadaya. Tak salah jika Malang disebut Bumi Arema.
Sebagai contoh adalah patung TGP yang ada dipertigaan Jl. Semeru dan Jl. Tangkuban Perahu yang tamannya kini hilang termakan pelebaran jalan karena meningkatnya volume kendaraan yang melintas. Wal hasil patung ini kini seakan hanya menjadi batas putar balik kendaraan yang lewat.Â
Ditambah lagi di samping utara Stadion Gajayana  banyak banner, spanduk, warung K5, dan TPS serta pemulung yang mengumpulkan sampah untuk dipilah. Demikian juga dengan monumen Keluarga Bahagia atau Lambang PKK di Jl. Semeru dan Jl. Bromo serta Tugu UKS yang ada di sebelah kiri patung Panglima Sudirman atau tepat di depan SMPN 5 Malang.
Pemasangan lampu yang tepat juga semakin memperindah patung dan monumen kala malam hari. Tetapi penempatan tiang listrik yang kurang pas dan kemlewernya kabel sungguh mengganggu. Contohnya Monumen Melati dan patung Chairil Anwar.
Pembenahan terus dilakukan pihak pemerintah kota, terakhir patung Chairil Anwar yang baru selesai seminggu yang lalu. Atau patung Ken Dedes yang dulu berwarna perunggu lalu diubah warna putih kini kembali berwarna perunggu.
Semoga saja patung dan monumen ini semakin diperindah, menarik kunjungan wisata, dan tentu saja menjadi semangat bagi warga Malang. Salam satu jiwa! Aremania...!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H