Apalagi jika sang penyanyi dan pemain jika berani tampil dengan busana menantang serta ikut berjoget. Tentu ini semakin bisa menyihir penonton untuk bergoyang dangdut. Bukak thithik jooooss..... bukak thithik jooooss..... joget yuuuuuk......
Beda lagi dengan masyarakat pedesaan dan pedalaman yang kebanyakan adalah kaum petani atau pedagang yang ada hubungannya dengan pertanian. Di mana pekerjaan mereka lebih banyak menggunakan otot dan kelelahan secara fisik lebih tampak. Maka hiburannya juga harus yang atraktif di mana para artisnya lebih banyak bergerak dan berjoget.
Ditambah lagi dengan adanya pembacaan mantra dan pembakaran kemenyan semakin menambah suasana magis dan sakral. Penonton pun semakin penasaran dan terpaku untuk mengetahui apa yang terjadi pada artis atau penari selanjutnya.
Di sisi lain, adanya komunikasi antara artis yang tampil dengan penonton yang sebagian juga merupakan seniman juga. Komunikasi bukan berarti omong-omong tetapi kadang ada celutukan untuk memberi semangat. Misalnya kala ada artis yang dianggap kurang greget ada saja yang nyelutuk 'seruduuuk....', 'sikaaaat....' Maksudnya untuk lebih kalap lagi.
Dan yang paling sering menyuwiti atau mensiuli artis yang kalap untuk lebih 'ndadi' Pengalaman penulis 20 tahun silang kalasedang trance jika ada yang bersiul maka di telinga terasa ada yang berteriak sangat keras dan membuat keseimbangan berkurang. Entah mengapa. Perlu belajar lagi psikologi dari Carl Gustaz Jung.
Bagaimana dengan tayub? Pesinden yang menjadi seorang tayub sebenarnya dan hal berpakain tak jauh berbeda. Hanya saja harus pandai menari atau setidaknya berani berjoged dan diajak joget oleh mereka yang ketiban sampur. Suara emas bukanlah hal utama sekalipun tetap diperlukan.
Pakaian yang sedikit menantang dengan gaya yang atraktif adalah bahasa tubuh yang komunikatif bagi masyarakat pinggiran dan pedesaan dalam mendapatkan sebuah pertunjukan hiburan. Bukan penyanyi tenar dengan suara emas tetapi musiknya tidak dipahami.
Tayuuuub? Joget? Tarik maaaaang.....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H