Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wajah Kekinian Desa Sumber Roto Donomulyo, Malang

11 Agustus 2019   13:31 Diperbarui: 11 Agustus 2019   13:39 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sesaji di bawah beringin yang mengalirkan mata air. Dokpri

Dokpri
Dokpri

Joged Caaaak..... Dokpri
Joged Caaaak..... Dokpri

0 0 0 0

Keadaan geografis yang cukup kering, Desa Sumber Roto sekitar dua puluh tahun lalu memang masih boleh dikatakan minus secara ekonomi. Sehingga banyak pemuda yang harus menjadi TKI dan TKW ke mancanegara. Tetapi ada juga yang sekedar merantau ke luar kota dan pulau untuk bekerja. Juga ada yang berjuang dan menempuh pendidikan untuk memajukan kehidupan masyarakat di sana.

Tak bisa dipungkiri gemerlapnya kehidupan kota bisa mengubah gaya hidup seseorang. Keberhasilan pendidikan dan ekonomi dengan menjadi pengusaha, pucuk pimpinan bank dan perusahaan, dosen sebuah PTN dengan gelar doktor memang telah mengubah wajah desa dari rumah amat sederhana menjadi rumah masa kini yang kokoh dengan mobil-mobil 1500cc terbaru. Tetapi ada juga rumah-rumah kosong atau hanya dihuni seorang nenek atau kakek karena ditinggal penghuninya atau anak-anaknya yang tak ingin kembali lagi ke desa.

Salah satu rumah yang ditinggal penghuninya. Dokpri
Salah satu rumah yang ditinggal penghuninya. Dokpri

0 0 0 0 0

Beberapa orang memang masih memilih bertahan untuk hidup di desanya. Kalau toh harus bekerja di luar desa hanya untuk beberapa waktu saja. Seperti yang dilakukan oleh seseorang yang sebut saja namanya Sumari yang penulis temui kala mencari batu kapur di salah satu puncak bukit gersang di utara Desa Sumber Roto, Dono Mulyo. Lelaki berumur sekitar 40 tahun ini adalah seorang buruh tani atau pekerja kasar. Kala musim hujan dia lebih sering sebagai buruh tani atau pencari rumput. Namun kala musim kemarau saat ladang dan sawah tanahnya meranggas dia hanya bekerja sebagai pencari batu kapur di perbukitan yang cukup keras dan ganas membakar permukaan tubuh tetapi juga membakar semangat untuk melanjutkan kehidupan yang harus dijalani sebagai manusia yang tak kenal lelah dan menyerah pada alam yang diberikan Sang Pencipta untuk dinikmati.  

Hanya dengan upah tujuh puluh lima ribu rupiah untuk satu meter persegi ia harus mengais  batu kapur yang masih tertanam di antara tanah kering dan akar semak. Tanpa bekal minuman ia kadang harus berteduh dari sengatan di bawah sengon yang jauh dari rindang.

Jauh di selatan terdengar sedikit keramaian pertanda ritual Jum'at Legi segera di mulai. Kami pun berjalan di tanah kering bebatuan menuju sumber air yang memberi kehidupan.

Mnecari batu kapur, Dokpri
Mnecari batu kapur, Dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun