Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Wayang di Belakang Jokowi-Prabowo dan Filosofinya

15 Juli 2019   20:39 Diperbarui: 16 Juli 2019   12:23 1900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto makan siang bersama di kawasan Jakarta Pusat, Sabtu (13/7/2019). Kedua kontestan dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2019 lalu ini bertemu di Stasiun MRT Lebak Bulus dan selanjutnya naik MRT dan diakhiri dengan makan siang bersama.(KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Melihat tingkah pola anaknya, Sang Hyang Tunggal marah dan mengusir mereka berdua dari kahyangan. Sang Hyang Antaga dengan wajah buruk dan mata melotot dikirim ke bumi menjadi Togog dan selalu mendampingi mereka yang berambisi menjadi penguasa dalam hal ini adalah Kurawa. 

Kurawa pun selalu dibela oleh para raksasa kejam yang dalam gambar di belakang Jokowi dan Prabowo digambarkan sebagai Buto Geni. Buto Geni merupakan perwujudan dari mereka yang pikirannya terbakar ambisi untuk berkuasa. Togog juga didampingi oleh tokoh bernama Bilung yang menggambarkan orang bodoh dan banyak omong serta penuh ambisi menjadi pembantu Kurawa.

Sang Hyang Ismaya menjadi Semar atau Sang Badranaya dikirim menjadi pengasuh dan penasihat bagi mereka kelompok kanan yang berusaha menciptakan kedamaian dan pembangunan di Amarta, dalam hal ini adalah Pandawa Lima. Sebagai seorang ayah di Karang Kedampel, Semar selalu dibantu oleh tiga anaknya, yakni Gareng, Petruk, dan Bagong. 

Gareng menggambarkan orang pendek yang cekatan dalam budaya Jawa dikenal dengan srunthal-srunthul. Petruk dengan kaki, tangan, dan hidung panjang menggambarkan orang yang berpikir panjang sebelum mengerjakan sesuatu, tetapi juga menggambarkan mereka yang cerewet.

Sedang Bagong dengan bentuk tubuh yang hampir bulat semua menggambarkan mereka yang kurang pandai. Budaya Jawa mengatakan Bagong adalah plenggang-plenggong, maka dari itu selalu ditempatkan agak di belakang. Namun bukan berarti diabaikan.

Gunungan
Gunungan di antara Togog dan kawan-kawan serta Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong merupakan gambaran Nusantara negeri kita tercinta yang gemah ripah loh jinawi tata tentrem kertaraharjo. Indonesia yang subur makmur, tenteram dan damai.

0 0 0 0

Sumber: IDN TIMES
Sumber: IDN TIMES
Dalam konteks politik kekinian pasca pemilihan presiden dan pertemuan Jokowi dan Prabowo, tak perlu dibahas siapa yang tergambarkan sebagai pribadi atau kelompok sebagai Togog dan Buto Rambut Geni yang serta Semar yang diikuti Gareng, Petruk, dan Bagong.

Suatu saat mungkin kita akan menjadi Togog, Buto Rambut Geni, dan Bilung atau Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Usaha membangun Amarta dan mengembalikan kejayaan Astina adalah hal yang utama bagi Pandawa yang didampingi Punakawan yang merupakan abdi dalem dari kelompok masyarakat kecil. Seperti kita yang berusaha membangun negeri ini.

Salam budaya

Rahayu.... rahayu....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun