Sungai Bango dan Kali Sundeng merupakan salah dua dari sekitar sepuluh anak Sungai Brantas yang melintas di Malang. Â Sungai Bango bersumber dari wilayah Gunung Bromo dan melintas tepat di perbatasan timur kota dan kabupaten Malang, yakni di Kalisari. Bahkan di beberapa titik jauhnya tak lebih dari 4 km dari pusat pemerintahan kota Malang. Seperti di gerbang utama Perumnas Sawojajar yang bisa ditempuh dengan sepeda pancal hanya sekitar 10 menit saja.
Sungai Bango bisa dikatakan tak pernah mengalami penyurutan yang cukup berarti, sebab tepat di gerbang perbatasan timur Sungai Bango bertemu dengan Sungai Wendit yang bersumber dari Goa Widodaren yang ada tepat di tengah pemandian alam Taman Wisata Wendit. Jarak tempat pertemuan dua anak sungai ini (dalam istilah Bahasa Jawa disebut tempuran) hanya sekitar dua kilometer saja.
Kali Sundeng sendiri jaraknya dari Sungai Bango rerata tak lebih dari lima puluh meter saja. Namun terpisahkan dengan jurang dengan kedalaman antara 10 hingga 75m. Sungai Bango berada di samping barat Kali Sundeng.
Sekali pun banyak lahan yang telah berubah menjadi komplek perumahan, namun saluran irigasi atau Kali Sundeng ini tetap dirawat dan digunakan sebagai pemecahan atau pembagi air kala debit air Sungai Bango dan Sungai Wendit melebihi kapasitas yang dapat menyebabkan banjir di daerah bawah atau hilir.Â
Namun kala debit air Sungai Bango dan Sungai Wendit menurun maka pintu air Kali Sundeng di Dam Kalisari ditutup sehingga debit air di Kali Sundeng surut bahkan mati dalam beberapa jam atau setengah hari. Maka dari itu Kali Sundeng hanya bisa untuk saluran irigasi dan tak bisa untuk pengembangan perikanan air tawar atau karamba.
Hingga awal tahun 90an tepi timur atau atau atas Sungai Bango dan sisi barat Kali Sundeng  masih menjadi jalan setapak bagi masyarakat sekitar Desa Jabon, Mangliawan, Sekarpuro, Sawojajar, Lesanpuro, Madyapuro, dan Cemoro Kandang untuk berjalan kaki atau naik sepeda pancal menuju kota Malang untuk bekerja, berdagang, dan sekolah.
Tertarik keadaan lingkungan yang dulu cukup ramai dan kini berbalik menjadi sepi dan cenderung menjadi hutan bambu, hari Minggu, 30 Juni 2019 kemarin kami berdua kembali menyusuri hutan bambu tepian Sungai Bango dan Kali Sundeng.
Perjalanan kami awali dari titik timur Jembatan Kwangsan atau Ranu Grati yang jarak dari rumah hanya sekitar 800m saja. Hanya lima puluh meter dari gerbang suasana pedesaan sudah terasa. Hutan bambu, pohon elo, dan semak belukar di sebelah kiri dengan kicauan burung tengkek dan cendet sering terdengar. Di sisi kanan yang terlihat adalah bagian belakang rumah-rumah penduduk Desa Sawojajar yang membelakangi Kali Sundeng dan Sungai Bango. Mereka membangun rumah dengan membelakangi sungai mungkin ngeri atau takut melihat gelapnya suasana kala malam atau setidaknya saat mendung dan hujan. Padahal menurut saya sebenarnya cukup menarik, indah, dan alami jika menghadap ke sungai yang cukup jernih.