Dalam hati aku ngedumel, manusia sekarang kok makin aneh saja. Sudah kaya kok masih saja kepingin lebih kaya lagi dan mau jadi pejabat pula.
0 0 0 0
Udara dingin Bromo sekitar 17 derajat membuat aku ogah-ogahan ke ladang selain keluar mencari sinyal untuk berwearia dengan Mbak Radina dan Mas Hari. Sinyal yang kendip-kendip mengajakku keluar dan duduk di bawah pohon carica depan rumah. Eh, tiba-tiba saja Paito dan Wagiman muncul dengan naik sekuduk jaman milenial.
Setelah sejenak berbincang Paito memberikan ajam jago cemani (ayam yang serba hitam). Wagiman memberikan sebuah amplop kecil dan tanpa ba bi bu kubuka berisi uang seratus ribu dengan secarik voucher yang di baliknya tertulis 'matur nuwun' Aku cuma tersenyum sambil sedikit nggrundul pelecehan profesi dan ngumpat dalam hati 'kuuaaaaaampreeet.....'
"Waduuuuh ga tau Mbah....."
"Wah kalo begini sulit terpilih jadi lurah."
"Lebih baik begitu Mbah. Nanti janda yang biasanya naik dokar bisa tambah kepingin jadi istrinya. Padahal aku juga naksir....."
"Oawalaaaaa To....Paito..." sergah Wagiman.
"Hla gak mungkin janda naksir kamu. Gak patut (pantas)!" sahut Paito sambil ngakak. Wagiman hanya mesem.