Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Keadilan dan Kasus Vanesa Angel, Sebuah Catatan

7 Juni 2019   23:28 Diperbarui: 7 Juni 2019   23:30 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada tiga hal yang bisa menjerumuskan manusia dalam dosa dan kenestapaan. Pertama harta atau kekayaan. Kedua  pangkat atau jabatan.

Ketiga seksual, ada yang menyebutnya wanita. Jelas saya tidak setuju karena merendahkan wanita. Sebab kejahatan seksual bisa saja dilakukan oleh seorang pria terhadap pria lain karena faktor penyimpangan.

Selama kejahatan dilakukan secara bebas tanpa tekanan dan atas kemauan sendiri dan tahu bahwa itu adalah melanggar norma hukum, moral, dan etika maka pelaku bisa disebut sebagai seorang penjahat dan bisa dituntut secara hukum.

Bahwa dalam hal tertentu bisa diselesaikan secara kekeluargaan itu masalah lain. Tetapi bagaimana pun juga harus adil tanpa melihat siapa yang berbuat. Adalah pengingkaran hukum keadilan jika karena jabatan dan uang atau harta seseorang harus disingkirkan atau dibuang. 

Sama seperti pada jaman Yunani, di mana penderita kusta dianggap sebagai orang berdosa yang dikutuk Tuhan, maka harus hidup di luar wilayah tempat tinggal penduduk alias di luar gerbang perbatasan kota. Tanpa perhatian dan pertolongan sama sekali kecuali memberi makan seperlunya dan akan menyebabkan kematian perlahan secara mengenaskan.

Sebuah pulau di Yunani yang ditinggalkan karena bekas tempat pembuangan penderita kusta. BBC.com
Sebuah pulau di Yunani yang ditinggalkan karena bekas tempat pembuangan penderita kusta. BBC.com
Di sisi lain pelanggar seksual dilindungi dan diselesaikan atas nama kekeluargaan atau pertimbangan tertentu untuk mengurangi dan mencegah gejolak.

Menciptakan keadilan seperti menebaskan pedang bermata dua dengan mata tertutup. Beranikah kita melakukan dengan mata terbuka?

Tak peduli siapa yang harus kita tebas.

Kasus di atas sering terjadi di kehidupan kita dengan motif berbeda. Hanya saja kasus korupsi yang tampak merajalela. Selanjutnya kasus perebutan pengaruh demi sebuah jabatan dan kekuasaan. 

Pernyataan-pernyataan melecehkan kelompok lain yang berseberangan atau pimpinan negara sering kita dengar tanpa tindakan jelas alias ngambang. Masyarakat yang gelisah akhirnya membuat keputusan sendiri untuk menjatuhkan hukuman secara  lesan yang tak membawa penyelesaian karena para pelaku memang sudah beku  nuraninya. Justru masyarakat terpecah.

Kasus atau masalah kejahatan seksual jarang terjadi atau memang tak muncul dipermukaan karena korban dan keluarga malu. Bahkan bisa menjadi korban kedua, ketiga, dan seterusnya karena budaya kita masih menganggap dan mendudukkan wanita posisi yang lemah.

Menjelang puasa sering dilakukan razia minuman keras. Para pembeli ditangkap dan penjual disita barangnya. Tetapi pada kasus V. Angel justru terbalik. Penjual ditangkap dan diadili namun para pembeli bebas tak tersentuh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun