Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Anak-anak Kota Kehilangan Tempat Bermain

3 Maret 2019   20:16 Diperbarui: 3 Maret 2019   20:23 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga di alun-alun Malang. Dokpri

Bermain adalah dunia anak-anak. Dengan bermain anak-anak kita akan banyak belajar. Belajar dalam kehidupan bersama teman-teman yang berbeda sifat dan karakter mereka masing-masing.  Mereka belajar pula membentuk kepribadian masing-masing yang kelak akan menjadi bekal dalam kehidupan sebagai manusia dewasa.

Perbedaan masing-masing pribadi anak yang menyebabkan perselisihan, pertengkaran, dan percecokan adalah hal yang cukup wajar asal kita bisa memahami dan membimbing dan mengarahkan untuk hidup berdamai dengan sesama teman. Ketika anak-anak kita pulang dengan wajah cemberut dan mungkin juga menangis, adalah kewajiban kita menenangkan anak untuk tidak berlarut-larut dalam perselisihan. Ini tentu saja untuk menghindari tertanamnya rasa dendam yang bisa menimbulkan perkelahian yang tidak diinginkan.

Kumuh, kotor, dan tercemar. Dokpri
Kumuh, kotor, dan tercemar. Dokpri
Beri kesempatan bermain pada anak-anak kita. Dokpri
Beri kesempatan bermain pada anak-anak kita. Dokpri
Siswa-siswa SD Mangunan Jogja saat belajar sambil bermain. Dokpri
Siswa-siswa SD Mangunan Jogja saat belajar sambil bermain. Dokpri
Di sisi lain, terutama pada masa kini di mana tuntutan jaman bahwa pendidikan akademis lebih banyak menuntut hidup yang kompetitif sehingga mengurangi kesempatan anak-anak untuk bermain. Memang harus diakui bahwa pendidikan saat ini juga menekankan pembentukan karakter dengan menambah pelajaran di luar ruangan sehingga anak tidak semakin jauh dari alam dan lingkungan. Namun, harus diakui pula bahwa saat ini banyak juga sekolah-sekolah yang semakin kehilangan halaman sekolah demi kebutuhan ruangan belajar. Sehingga pelajaran di luar ruangan sering harus dilakukan di tempat lain yang tentu saja memerlukan beaya yang tidak sedikit.

Sungai Brantas yang tampak bersih tapi tercemar polutan di belakang Kantor Balai Kota Malang.
Sungai Brantas yang tampak bersih tapi tercemar polutan di belakang Kantor Balai Kota Malang.
Dua anak di desa yang masih bisa bermain di sawah. Dokpri
Dua anak di desa yang masih bisa bermain di sawah. Dokpri
Bermain di Alun-alun Kota Malang. Dokpri
Bermain di Alun-alun Kota Malang. Dokpri
Dalam kehidupan di masyarakat hal ini juga terjadi, di mana semakin berkurangnya lahan terbuka untuk bermain. Dua hal ini, memang lebih banyak dialami oleh anak-anak yang hidup di perkotaan terutama di wilayah urban. Maka bukan merupakan pemandangan aneh jika melihat sekelompok anak bermain di pinggir dan di tengah jalan, di tempat yang kumuh dan kotor serta jauh dari keindahan dan kesehatan,  di pinggir sungai dan bahkan mandi atau berenang di sungai yang tercemar limbah B3.

Hal yang biasa pula, kita melihat seorang guru mengajak para siswanya olahraga dan bermain di taman kota yang jelas bukan untuk peruntukannya.

Sebuah dilema yang harus diperhatikan oleh semua pihak agar anak-anak dapat belajar kehidupan dari bermain. Sebab bermain di alam terbuka dengan teman-temannya lebih membentuk karakter anak ke arah positif.

Olahraga di alun-alun Malang. Dokpri
Olahraga di alun-alun Malang. Dokpri
Tak ada lapangan di kampung, taman kota pun jadi. Dokpri
Tak ada lapangan di kampung, taman kota pun jadi. Dokpri
Jalan raya pun bukan halangan. Dokpri
Jalan raya pun bukan halangan. Dokpri

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun