Ada pepatah Jawa yang berbunyi 'Ora obah ora mamah' yang artinya jika seseorang tidak bekerja maka tidak akan makan. Makan atau pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh setiap insan, maka untuk memenuhi kebutuhan tersebut seseorang harus bekerja.Â
Memang pada akhirnya hasil dari bekerja bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan pangan saja, tetapi juga sandang dan papan serta kebutuhan dan keinginan lainnya seperti rekreasi atau hiburan.
Bekerja untuk mendapat penghasilan ( dalam arti uang ) bukanlah hal yang mudah di jaman yang serba materialistis dan penuh persaingan. Hidup seakan menjadi kompetisi di mana yang kuat akan tetap bertahan.Â
Ketika persaingan semakin ketat maka perlu kreatifitas yang tinggi. Urip kudu ubet. Hidup harus banyak akal. Pepatah Jawa juga mengatakan demikian.
Demikian juga menjadi seorang pengusaha yang sukses sekalipun dalam skala kecil. Namun, nasib kadang berbicara lain. Sekalipun ia mempunyai pendidikan yang bagus.
Penulis sebut kuliner jalanan bukan K5 karena dalam berjualan mereka berpindah-pindah dari satu sekolah ke sekolah atau satu tempat ke tempat lain. Jadi bukan menetap di satu tempat saja sekalipun hanya di trotoar.
Sebut saja mereka adalah Jaenuri, Jalil, Jaka, Jaiman, dan Juned yang berjualan es serut, cilok, tahu krispi, sempol, kue pukis, dan mainan anak-anak.Â
Mereka adalah kaum muda kreatif yang berusaha mencari nafkah dengan usaha sendiri tanpa terikat pada perusahaan. Sekalipun yang dijual hanya merupakan makanan kecil atau cemilan yang harganya tak lebih dari 4 ribu rupiah.
Jalil adalah lulusan ekonomi sebuah perguruan tinggi swasta. Dulu ia bekerja di sebuah pabrik yang harus keluar ketika terjadi rasionalisasi. Lalu bekerja di sebuah toko sepatu dengan gaji kurang dari UMK. Tiga bulan bertahan ia pun memutus keluar dan berjualan es aneka buah di gerobak.
Jaenuri adalah seorang lulusan SMK yang pernah bekerja di sebuah toko bangunan. Sebagai lelaki ia dijadikan tenaga serabutan. Kadang mengantar material.Â