Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sakralnya Upacara Sadranan di Desa Ngadas, Malang

3 Oktober 2018   22:08 Diperbarui: 4 Oktober 2018   08:27 2914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Penulis sendiri kali ini makan bersama dengan seorang tamu gadis cantik dari Madiun yang tertarik dengan acara ini. Sebuah kejutan karena gadis milenial yang biasanya sudah tak biasa lagi berbahasa Jawa justru amat fasih dengan bahasa halus atau krama  inggil. 

Sedang para pejabat makan bersama di panggung. Kurang lebih lima belas menit kami bersantap bersama keluarga dan leluhur di pemakaman, kami kembali ke desa secara bersama-sama. 

Bagi leluhur yang telah kami hantar kembali setelah menemani kami selama 15 hari di bulan nan sakral, Bulan Karo, di atas makam kami beri sesaji seperti santapan saat masih hidup di dunia. 

Makan bersama keluarga dan leluhur di pemakaman ini, merupakan pesta perpisahan dengan para leluhur yang akan kembali ke alam swargaloka dalam suasana yang bahagia.

Suguhan bagi tamu.
Suguhan bagi tamu.
Santapan bagi tamu. Sudah terpengaruh gaya kota.
Santapan bagi tamu. Sudah terpengaruh gaya kota.
Jika saat berangkat di awali oleh Seni Jaran Kencak, rombongan pejabat desa dan kecamatan lalu diikuti warga desa. Kini sebaliknya warga desa terlebih dahulu lalu Seni Jaran Kencak dan diikuti pejabat desa dan para tokoh masyarakat. 

Penulis kali ini kembali ke rombongan bersama Mbah Dukun dan P. Mujianto selaku pejabat kepala desa. Kami sebut pejabat kepala desa, karena pada 11 Nopember 2018 nanti akan ada pemilihan lurah baru.

Selanjutnya di rumah kami masing-masing diadakan pesta keluarga dengan sambil saling beranjangsana ke setiap keluarga dan kerabat. Sebuah pesta nan meriah karena setiap keluarga menyediakan aneka masakan, makanan, dan buah-buahan serta pakaian sebagai sesaji bagi para leluhur serta seluruh anggota keluarga. 

Masakan, makanan, dan buah-buahan bukan hanya diperuntukan bagi keluarga dan leluhur saja, tetapi juga dihidangkan bagi para tamu. Siapa saja yang diundang wajib memakan dan tidak boleh menolak.

Mejeng bersama P, Mujianto, Pejabat Kepala Desa Ngadas
Mejeng bersama P, Mujianto, Pejabat Kepala Desa Ngadas
Bersama P. Tomo, Dukun Adat Desa Ngadas
Bersama P. Tomo, Dukun Adat Desa Ngadas
Satu hal yang cukup berbeda dengan adat istiadat di tempat lain, setelah berbincang sekitar 10 menit kemudian tamu dipersilakan menikmati masakan yang disediakan. Selesai menikmati masakan atau makan, biasanya tamu langsung mohon pamit tanpa duduk kembali di kursi tamu dan berbincang. 

Tuan rumah pun mempersilakan dengan tetap duduk di kursi tanpa berjabatantangan atau salaman apalagi menghantar tamu. Ini bukan hanya pada saat hari raya atau hajatan tetapi juga pada saat kita bertamu. Bagi yang tidak biasa tentu terasa janggal.

Dari kiri: P. Mujianto tidak memakai slempang kuning, P, Tomo dan seorang 'wong sepuh' atau pembantu Dukun Adat
Dari kiri: P. Mujianto tidak memakai slempang kuning, P, Tomo dan seorang 'wong sepuh' atau pembantu Dukun Adat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun