Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Becak] Mbak Fatonah, Janda Kembang Penjual Jamu Gendong

19 September 2018   09:22 Diperbarui: 19 September 2018   09:44 2434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: KlikBontang

Siapa sih yang tidak kenal dengan Janda Kembang penjual jamu gendong di Pasar Blimbing? Hampir semua pelanggan yang sering belanja di pasar tradisional itu pasti mengenalnya. Apalagi para penjual, termasuk tukang karcis, tukang parkir, tukang becak, maupun pemulung dan pengamen pasti mengenalnya.

Orang memanggilnya Mbak Fat. Nama aslinya Fatonah. Sepuluh tahun yang lalu ia adalah seorang gadis  cantik yang membantu ibunya berjualan kue basah dan makanan atau nasi bungkus di Pasar Blimbing. Sebagai seorang gadis cantik berjualan di pasar tradisional tentu saja menjadi daya tarik tersendiri sehingga dagangan ibunya semakin laris. Padahal kebanyakan yang belanja adalah para ibu atau wanita.

"Walaaaah Bu....daripada  Mbak Fat berjualan kue mbok ya kujadikan mantu saja...." celetuk seorang ibu.

"Bu...putrinya sudah ada yang minang ya?" celetuk yang lain tanpa tedeng aling-aling.

"Tanya saja sendiri...," jawab Sang Ibu sambil melirik putrinya. Sang Putri eh Mbak Fat, cuma senyum saja. Jual mahal. Mingkin....

Saat itu, kehadiran Fatonah membantu ibunya berjualan di Pasar Blimbing menjadi buah mulut eh buah bibir dan secara tidak langsung menambah jumlah pengunjung. Tentu saja cukup menyenangkan bagi para pedagang. Namun, ternyata juga membuat resah  sebagian para ibu-ibu muda dan wanita yang berjualan di sana. Kaum ibu kuatir dengan lelakinya kecantol Mbak Fat. Sedang wanita lain tentu saja sedikit iri dengan ketenaran dan kecantikan Mbak Fat.

Di sisi lain, kehadiran Mbak Fat menjadi penambah semangat para pria jomblo dan duda yang berjualan atau mencari nafkah di situ. Mulai dari Sentot penjual batik Madura, Bagyo pengepul barang rongsokan, Ian Salim penjual buku dan alat tulis, Sudono penjual keliling minyak wangi cap Srimpi, atau Marman penjual obat kuat Suku Dayak dari Kalimantan. Namun sekian lama angan-angan mereka untuk menjadi sisihan Mbak Fat hanya sebuah bayang-bayang saja.

Fatonah telah menjatuhkan pilihannya dan melabuhkan cintanya pada seorang pria keren yang sering membeli nasi bungkus di lapak ibunya. Ia adalah seorang blantik sapi dari PKS alias blantik sapi dari Pasar PaKiS.

Entah takdir entah nasib. Entah apes entah sial. Ternyata pria tersebut sudah menikah dan Fatonah dituduh sebagai pelakor. Sialnya belum setahun menikah, suaminya ditangkap aparat dengan tuduhan ngemplang sepuluh ekor sapi yang dijualnya untuk beaya pesta pernikahannya.

Tak mau terjebak dalam lumpur comberan mulut blantik  penipu, Fatonah pun bercerai dengan blantik sapi dari PeKaeS. Kembali ke pasar sebagai seorang profesional penjual jamu gendong. Setiap pagi ia keliling dari desa ke kampong menawarkan jamu gendongnya. Mulai beras kencur, lempuyang, gejah, daun sirih, temuireng, sinom, dan benrosa.

Dasar Fatonah memang cantik, eh kehujanan kepanasan cantiknya memang hilang tapi berganti manis. Gayanya berjalan yang gemulai bagaikan merak kesimpir alias merak yang mengembang bulunya lalu tertiup semilirnya angin tetap saja menarik perhatian lelaki. Tentu saja membuat para ibu muda menjadi kebat kebit kalau Mbak Fat lewat.

0 0 0 0

Ketika menjelang siang, Mbak Fat kembali ke lapak ibunya tuk berjualan jamu di sana. Anehnya, jam segitu yang biasanya pasar mulai sepi mendadak menjadi ramai kembali. Terutama di sekitar lapak Mbak Fatonah karena lapaknya dipenuhi para lelaki hidung merah dan para pengemudi ojek online yang ingin istirahat dan menikmati kesegaran serta kemanjuran jamu  juga  tertarik dengan kesekseeehan Mbak Fat. Namun, kebanyakan dari mereka ternyata jago kate. Berani berkokok ga berani bertarung.

Gosip pun berkembang bahwa jamu gendong Mbak Fat sebenarnya biasa  saja alias tak terlalu manjur. Hanya saja setiap kali gelas bathok alias tempurung kelapa akan diisi jamu selalu disebul dulu, baru diisi jamu lalu diberikan pada pelanggan. Seperti Rara Mendut yang melinting rokok lalu dihisapnya dulu  baru dijual kepada lelaki yang membelinya.

Risih akan gosip yang beredar, Mbak Fat pun dengan membawa jamu olahannya sendiri dan sebuah gelas bathok lalu  pergi lereng Gunung Semeru dengan naik ojek online menemui seorang dukun.

"Mbah...jampi-jampinya diganti bisa ga?"

"Bisa saja. Tapi kalau sudah laris kenapa harus diganti?"

"Mereka kebanyakan cuma beli segelas lalu nggedabrus di sana dan selama ini ga ada yang....?"

"Yang apa to....?"

"Halaaah Mbah kok pura-pura ga tau sih.... Aku sudah bosan jadi janda ta....."

"Ooo...itu maksudmu?" kata Mbah Dukun sambil manggut-manggut dan  tersenyum.

"Mungkin kamu keliru cara menyajikan."

"Mosok sih Mbah....?"

"Coba tuangkan jamu itu di gelas bathok dan lakukan seperti biasa lalu berikan padaku...."

"Jangan Mbah...." kata Mbak Fatonah rada malu.

0 0 0 0

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun