Di bibir kawah Bromo pun, menunjuk kesedihan yang cukup menusuk hati. Beberapa orang mempertaruhkan nyawanya demi mendapat sesaji yang dilemparkan para warga yang akan mengikuti Upacara Yadnya Kasada. Bila dua puluh tahun yang lalu, kegiatan ini adalah untuk mendapat berkah dari sesaji, maka pada saat ini bergeser menjadi peminta-minta ketika sesaji masih akan dilempar. Miris...
Dalam perjalanan pulang dengan sepeda motor saya sudah sampai di wilayah 'pasir berbisik' sebuah tempat yang indah di tengah lautan pasir sebelah tenggara kaldera. Puluhan tenda dengan umbul-umbul  sponsor dan mobil panitia berjejer mempersiapkan acara 'pertunjukan' Upacara Yadnya Kasada yang akan dilaksanakan Jumat, 29 Juni 2018 ini.
Beberapa mobil dan puluhan sepeda motor wisatawan pun menyebar parkir di wilayah ini, sedang para penumpangnya sibuk mengabadikan kenangan indah yang mungkin tak akan dialami lagi. Dengan berbagai pose mereka berfoto  tanpa memperhatikan lingkungannya.Â
Saya hanya mengamati sambil tersenyum dalam hati ketika beberapa orang sedang sibuk membuat dokumentasi dengan latar belakang seorang warga setempat yang sedang terbaring di sebelah tempat sampah di tengah padang pasir. Aneh...
Hati pun berbisik untuk mendekati seseorang yang terbaring tersebut, dan ketika saya mendekati justru yang berfoto ini malah menjauh. Alangkah terkejutnya ketika saya dekati ternyata orang yang terbaring ini sedang tergolek lemas tak sadarkan diri dengan muntahan makanan di mulut dan hidung. Lendir memenuhi sebagian wajahnya. Saya pun berteriak lantang "Ya Tuhan... siapa lagi yang kutunjukkan padaku seperti ini...?"
Kudekati wisatawan dari Jakarta (menurut pengakuannya) yang tadi berfoto  dan bertanya mengapa diam saja melihat ada orang yang seperti ini. Mereka terbengong-bengong dan hanya menjawab "tidak tahu".Â
Ah, mungkin kehidupan Jakarta secara tak sengaja mencipta mereka jadi seperti ini. Spontan, saya pun mencegat beberapa kendaraan untuk minta bantuan, rupanya beberapa wisatawan keder juga melihat penampilan saya yang lusuh sehingga mengambil jalur kiri atau kanan memacu kendaraannya.Â
Beberapa motor yang tak berani melarikan diri di pasir yang terurai karena takut terpeleset berhenti namun tak bisa memberi pertolongan. Maklum mereka wisatawan, ada yang dari Solo, Jogja, Bogor, Bali, dan Kalimantan. Namun, ketika kutanya tak ada seorang paramedis pun. Jadi mereka hanya menonton saja aku yang kebingungan.
Lebih menyesakkan lagi ada serombongan wisatawan dengan mobil dinas kesehatan dan pertolongan yang secara jujur tak bisa memberikan pertolongan karena kendaraannya sedang digunakan (berwisata).