Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kemeriahan Upacara Unan-unan dan Hari Raya Waisak di Desa Ngadas, Malang

4 Juni 2018   22:54 Diperbarui: 5 Juni 2018   13:19 1781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Tomo, Dukun Adat memakai slempang kuning sebagai tanda sesepuh desa.

Desa Ngadas, sebuah desa yang berada di sisi paling timur Malang, adalah sebuah desa adat yang masih menjalankan ritual-ritual adat (yang berdasarkan penelitian merupakan) peninggalan zaman Singosari.

Sebagai salah satu desa yang dihuni oleh masyarakat Suku Tengger, di sini masih ada beberapa upacara desa dan keluarga yang masih dijalankan secara turun temurun dengan penuh khidmat. Upacara atau ritual desa, seperti: Tengger Tirto Aji, Kasada, Karo, Pujan Kapat, dan Unan-unan. Sedang upacara keluarga, seperti: Entas-entas dan Tugel Kuncung.

Tentang Upacara Tengger Tirto Aji dan Karo sudah pernah saya tulis di Kompasiana, sedang Upacara Kasada sudah banyak yang mengulas di media sosial, elektronik, maupun media cetak dengan berbagai pandangan yang cukup bias dari yang sebenarnya.

Sedang untuk upacara desa Pujan dan Unan-unan serta upacara keluarga Entas-entas dan Tugel Kuncung masih amat sedikit yang menulis dan bias pula.

Kerbau yang telah disembelih disiapkan di depan rumah Pak Mudjianto, Kepala Desa Ngadas
Kerbau yang telah disembelih disiapkan di depan rumah Pak Mudjianto, Kepala Desa Ngadas
Pak Tomo, Dukun Adat memakai slempang kuning sebagai tanda sesepuh desa.
Pak Tomo, Dukun Adat memakai slempang kuning sebagai tanda sesepuh desa.

Pada tahun 2018 ini, Desa Ngadas merayakan tiga hari raya secara berurutan yang secara perhitungan yang tak mungkin akan terjadi lagi dalam waktu 30 -40 tahun ke depan.

Pertama Hari Raya Galungan bagi umat Hindu yang dianut sekitar 15% warga Ngadas. Kedua, Upacara Unan-unan yang merupakan upacara adat warga Ngadas yang secara tradisi turun temurun dirayakan sewindu sekali (antara 5-6 tahun sekali dan bukan 8 tahun sekali). Ketiga, Hari Raya Waisak 2562 bagi umat Buddha Jawa Sanyata yang dipeluk 60% warga Desa Ngadas.

Hari Raya Galungan di Desa Ngadas kali ini memang tidak dirayakan secara meriah selain oleh setiap keluarga. Namun bukan berarti sepi, sebab setiap rumah memasang penjor janur kuning di depan rumah juga di depan pura yang ada di sebelah timur desa.

Perayaan Hari Raya Unan-unan sebagai hari raya di mana semua warga mengadakan pesta bersama serta persembahan dengan menyembelih kerbau sebagai ucapan syukur kepada para Dewata dan Sang Hyang Kuwasa yang telah memberi kemurahan dan kemakmuran lewat Ibu Pertiwi selama sewindu dengan kurun waktu antara 5-6 tahun. Hari Raya Unan-unan kali ini jatuh pada Kamis Legi, 31 Mei 2018

Perarakan menuju punden.
Perarakan menuju punden.
Sesuai dengan tradisi 5-6 tahun sekali, maka kerbau yang disembelih pun sedapat mungkin berumur 5-6 tahun. Kerbau yang disembelih, diambil dagingnya (untuk dimasak sebagai jamuan bagi para tamu dan warga) tanpa merusak kulit, kaki, dan kepalanya lalu ditaruh pada sebuah tandu bambu dan di atas kerbau tersebut ditaruh puluhan bungkus persembahan yang beraneka macam isinya. Isi persebahan tersebut antara lain kue wajik, nasi jagung (putih dan ditumbuk), lauk pauk, buah-buahan, dan sayur hasil desa, daging kerbau.

Anak-anak yang siap mengikuti upacara di Sanggar Pasembahan Vihara Paramitta
Anak-anak yang siap mengikuti upacara di Sanggar Pasembahan Vihara Paramitta
Kerbau yang telah dipenuhi dengan persembahan ini kemudian, pada siang menjelang sore hari (setelah matahari melewati atas kepala) diarak dari depan rumah kepala desa oleh para tetua diiringi pemangku adat dan aparat desa serta seluruh warga desa menuju sebuah punden. 

Punden adalah tempat yang dikeramatkan oleh kebanyakan masyarakat desa di mana diyakini di situlah para pendiri desa mengawali pendirian desa pada masa lalu. 

Punden di Desa Ngadas berada di sebelah Vihara Paramitta dan merupakan tempat tertinggi di Desa Ngadas. Setelah didoakan secara adat oleh Pak Tomo sebagai Dukun Adat Desa Ngadas dalam ritual yang agung, maka persembahan yang ada di atas kerbau menjadi rebutan warga yang hadir karena dipercaya akan membawa kemakmuran bagi kehidupan selanjutnya. 

Karena punden ini merupakan tempat sempit yang luasnya tak lebih dari 100m dan di atas punggung bukit maka amat berbahaya bila sekitar seribuan warga mengikuti ritual ini. Namun, perlu disyukuri selama ini tak pernah ada yang jatuh ke lembah selain saling menginjak dan tentunya ada yang menangis tetapi kemudian tampak begitu ceria ketika berhasil mendapatkan sebungkus persembahan.

Menunggu perebutan persembahan.
Menunggu perebutan persembahan.
5-5b155f8f16835f2699597384.jpg
5-5b155f8f16835f2699597384.jpg
Sekali pun persembahan di atas kerbau menjadi rebutan, badan kerbau tetap tergolek tak disentuh kemudian dibawa ke rumah Dukun Adat. Sedangkan usus kerbau yang digunakan sebagai tali pengikat di tandu, dililitkan pada pohon cemara gunung (bukan pinus) oleh para janda (tua) sebagai tanda bahwa warga desa masih terikat dan menghormati leluhur dan berharap kemakmuran seperti yang dirasakan para pendiri desa.

0 0 0

Tri Hari Suci Waisak di Desa Ngadas
Seperti biasa detik-detik Hari Raya Waisak, umat Buddha Jawa Sanyata (agama asli Jawa) Desa Ngadas juga mengadakan ibadat dan ritual pada Selasa, 29 Juni 2018 di Candi Sumberawan, Singosari Kabupaten Malang. Candi Sumberawan ialah sebuah candi stupa atau bercorak Buddha satu-satunya yang ada di Jawa Timur.

Perayaan Waisak di Desa Ngadas sendiri baru dilaksanakan pada Sabtu, 2 Juni 2018. Setelah upacara pujan atau puja bhakti di Sanggar Pasembahan Vihara Paramitta yang juga dipimpin oleh Pak Tomo, Dukun Adat, serta Pak Ngatono yang merupakan sesepuh Buddha Jawa Sanyata Desa Ngadas, acara dilanjutkan kegiatan profane di pelataran bawah sanggar. 

Ritual Waisak di Sanggar Pasembahan Vihara Paramitta
Ritual Waisak di Sanggar Pasembahan Vihara Paramitta
Sekalipun cukup sederhana, namun dihadiri pula oleh para tokoh Buddhis berbagai aliran dari Malang dan juga China, Jepang, dan Korea. Hadir pula para tokoh agama Katolik, Islam, Hindu, Kong Fu Chu, serta para pengamat budaya.
dokumen pribadi
dokumen pribadi
dokumen pribadi
dokumen pribadi
dokumen pribadi
dokumen pribadi
Dalam perayaan kali ini ditampilkan pula paduan suara dan seni tari muda-mudi Buddhis di Ngadas, karawitan, serta buka bersama setelah semua acara selesai sebagai penghormatan bagi umat Muslim.

Hal yang cukup unik dan menarik pada perayaan Hari Waisak kali ini adalah hadirnya enam bikkhu (3 putra dan 3 putri ) dari Vihara Ngandat, Malang serta setiap undangan yang hadir mendapat oleh-oleh berupa 3 Kg kentang yang merupakan salah satu hasil bumi Desa Ngadas yang gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja.

Hong ulun mandara basuki langgeng.....

Rahayu....

Teguh Wiyana... 

Pemuda / panitia yang siap memberikan buah tangan bagi bikkhu dan tamu.
Pemuda / panitia yang siap memberikan buah tangan bagi bikkhu dan tamu.
Mejeng dulu sebelum pulang.
Mejeng dulu sebelum pulang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun